Lihat ke Halaman Asli

Catatan Ringan untuk Timnas Indonesia Menuju Piala AFF Suzuki 2014

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sangat menarik membaca berbagai tulisan di kompasiana tentang sepak bola kita saat ini. Ada pendapat pelatih Suriah tentang kemungkinan Indonesia menjadi juara di AFF tahun ini, ada pula tentang bagaimana beratnya tanggung jawab Alfred Riedl karena keinginan publik yang sedemikian besar agar timnas kita bisa meraih trofi juara, dan ada pula tentang bagaimana besar tekanan media kepada Coach Indra yang telah memberi rasa bangga kepada bangsa Indonesia dengan keberhasilannya menangani timnas U-19. Saya bersyukur sepak bola sudah menjadi milik semua pihak di negeri ini.

Apakah itu cukup? Kebanggaan tertinggi dalam sebuah kejuaraan adalah dengan diraihnya trofi kejuaraan tersebut dan di sepak bola adalah dengan meraih juara dan lebih khusus lagi dalam kejuaraan Piala AFF adalah dengan meraih trofi kejuaraan bergengsi Asia Tenggara ini. Jika memang menang-kalah tidak ada artinya, mengapa ada istilah skor? Bisa jadi menang atau kalah timnas kita, publik tetap akan mencintai sepak bola. Tayangan televisi yang menyajikan pertandingan-pertandingan sepak bola maupun acara-acara ulasan pertandingan dengan host yang cantik akan tetap ada. Namun bukankah tetap ada yang kurang jika dalam kejuaraan bergengsi langkah timnas kita terhenti?

Sepak bola di masing-masing belahan dunia memiliki nilai tersendiri. Bolehlah Klinsi diprotes oleh publik AS dengan mencoret nama Landon Donovan namun tetap ia adalah sebagai the one and only kepelatihan timnas AS. Meski berasal dari Jerman, ia membawa spirit nasionalisme dari sepak bola AS. Ia bisa membuat kuku AS semakin kuat. Sepak bola Jerman, di La Liga, EPL, Italia maupun Amerika Latin juga memiliki nilai dan jiwa masing-masing. Lalu bagaimanakah dengan Asia Tenggara? Disini timnas dari negara manapun di Asia Tenggara bisa menjadi juara. Coach Alfred Ried-punl sebenarnya tidak perlu gentar dengan Vietnam meski sebagai tuan rumah.

Dari statistik Piala AFF sejak tahun 1996, Singapura memang telah menjadi juara selama empat kali yaitu pada tahun 1998, 2004, 2007, dan 2012. Sejumlah itu pula posisi kedua diraih oleh Indonesia yaitu pada tahun 2000, 2002, 2004, dan 2010. Namun kematangan bisa jadi adalah milik Indonesia. Indonesia nyaris selalu meraih tempat di tiap ajang kejuaraan yaitu tahun 1996 dan 2008  di posisi 4 dan tahun 1998 di posisi 3. Hanya pada tahun 2007 dan 2012 timnas Indonesia tidak mampu berbicara lebih. Thailand juga cukup stabil sementara Myanmar saya lihat karena faktor pelatih.

Di Indonesia sendiri meskipun publik dan pasar tengah mengelu-elukan sepak bola namun harus disadari bahwa nasib cabang olah raga adalah ditentukan oleh orang-orang yang berkecimpung di olah raga tersebut. Menghindari lawan yang dianggap berkualitas dengan melakukan tindakan yang memalukan tidak akan menjadikan si pelaku sebagai seorang patriot di kejuaraan olah raga apapun entah sepak bola, bulu tangkis ataupun olah raga lain.Bukan pula itu adalah sebagai bagian dari sebuah taktik melainkan sebuah kebodohan. Semoga kejuaraan sepak bola Piala AFF 2014 akan berjalan lancar dan sukses pula untuk tim Garuda. Jika ingin meraih madu, kita tentu tidak perlu khawatir dengan sengatan lebah. Semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline