Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian ESDM mengestimasi dana investasi (secara kumulatif) untuk pengembangan hidrogen (H2) sebagai alternatif energi di masa depan mencapai US$ 25,2 miliar pada 2031-2060.
Pemerintah mengatakan green hydrogen berpeluang sebagai pengganti bahan bakar untuk pembangkit listrik, transportasi dan industri. Hidrogen akan dimanfaatkan bertahap mulai 2031 dan mulai masif pada 2051.
"Untuk roadmap hidrogen ini, kita akan mulai 2031 hingga 2060 di mana tahun 2060 nanti kurang lebih ada 52 GW jadi rata-rata akan ada pembangunan 1,7 GW per tahun. Dana investasi yang dibutuhkan US$ 25,2 miliar atau rata-rata US$ 0,8 miliar per GW/tahun", kata Andriah Feby Misnah Direktur Aneka EBT Kementerian ESDM pada "Seminar Hidrogen untuk Industri" yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian hari ini (29/03).
Andriah menambahkan bahwa pemanfaatan hidrogen untuk pembangkit listrik saat ini masih relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan PLT batubara atau natural gas. Biaya produksi green hydrogen diproyeksikan akan terus menurun 1,8 kali pada 2030 dan semakin murah 3 kali pada 2050 sedangkan biaya produksi blue hydrogen cenderung tidak berubah hingga 2050.
"Hidrogen dapat digunakan sebagai bahan bakar pada kendaraan penumpang maupun angkutan darat, electricity storage dan pembangkit listrik. Kebutuhan hidrogen di sektor industri pada tahun 2030 diperkirakan sekitar 210-300 ktH2/tahun, jika ditambah sektor transportasi dan pembangkit listrik, maka kebutuhan hidrogen pada 2030 mencapai > 400 ktH2/tahun. Di IKN (Ibu Kota Nusantara) sendiri, berdasarkan Desk Study kebutuhannya adalah 3952,38 ton pada 2045. Proyeksi konsumsi hidrogen di sektor industry tahun 2045 berdasarkan Study Desk juga sebesar 21.024 ton hidrogen", jelasnya.
Saat ini pemerintah sedang mengkaji pemanfaatan hidrogen untuk pembangkit listrik bersama Mitsubishi Heavy Industries Ltd. "Kita juga sedang melakukan ujicoba pemanfaatan hidrogen untuk pembangkit listrik. Saat ini kita didukung teman-teman dari Jepang. Di Indonesia pengembangan hidrogen masih pada tahap meet and pilot project, belum ada skala kompetisi", kata Andriah.
Sementara itu, ada beberapa potensi proyek green hidrogen di tanah air yang diisukan akhir-akhir ini. Perusahaan yang berbasis di Australia Fortescue Future Industries melalui perwakilannya PT Indonesia Fortescue Infrastructure (IFI) berencana membangun industry green hydrogen (gH2) beserta infrastruktur transportasi dan distribusi di Kalimantan Utara. Sumber energinya akan dipasok dari PLTA dengan skema captive (bukan area bisnis).
Di sisi hilir IFI akan menyiapkan pasar domestik baru yang menggunakan hydrogen hijau. Selain itu, inisiatif pengembangan green hydrogen dari hybrid PLTS dan PLTB di Pulau Sumba dilakukan oleh PT HDF Energi dengan kapasitas 7-8 MW di siang hari dari PLTS dan 1-2 MW di malam hari, dari penyimpanan hydrogen. PT Pertamina dan GIZ juga sedang dalam pengembangan pilot project green hydrogen dari energi panas bumi. Ada juga kerjasama antara BRIN dengan Toshiba, perusahaan yang berbasis di Jepang.
Ke depan Andriah mengatakan bahwa pemerintah bertugas menyiapkan regulasi dan kebijakan yang mengatur pemanfaatan hidrogen, standar teknis produk hidrogen, insentif, dan lain sebagainya.
Dom Asteria, akhir Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H