Lihat ke Halaman Asli

Dom Asteria

Energy Journalist

Pemerintah Mempertimbangkan Penghentian Izin Industri Alumina yang Baru, Fokus Hilirisasi

Diperbarui: 30 Maret 2022   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://stock.adobe.com/images/id/240257977

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian sedang mempertimbangkan penghentian izin industri alumina yang baru. ]

Mulai tahun 2022 ini akan terdapat 11 pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit yang akan memproduksi SGA (smelter grade alumina) dan 2 pabrik yang akan memproduksi CGA (chemical grade alumina) dengan total produksi alumina sebesar 13,7 ton per tahun yang nantinya memerlukan input bauksit sebesar 38,55 juta ton per tahun.

Sri Bimo Pratomo, Koordinator Industri Logam Bukan Besi, Direktorat Industri Logam Kementerian Perindustrian mengatakan "kami mengusulkan penghentian izin industri alumina dan mendorong investasi di sektor industri aluminium ingot (primer dan sekunder) serta industri hilir berbasis aluminium. Penghentian izin industri alumina ini maksudnya yang baru, yang sudah ada kita dorong terus biar berkembang.

Karena kami berpikir industri yang sudah ada akan kekurangan bahan baku nantinya. Ini sudah terlihat pada industri smelter nikel, sudah ada nuansa rebutan dan arahnya justru bijih nikel kadar rendah.

Oleh karena itu kami sedang memikirkan penghentian industri yang akan berinvestasi di bidang refinery bauksit", dalam sebuah webinar "Komoditas Aluminium" yang diselenggarakan hari ini (29/03).

Sri Bimo menuturkan bahwa saat ini terdapat dua produsen SGA di tanah air yaitu PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) dan PT Bintan Alumina Indonesia (BAI), serta satu perusahaan yang memproduksi CGA yakni PT Indonesia Chemical Alumina (ICA). "Tetapi ada sisanya total 10 perusahaan (dalam tahap konstruksi) yang nanti akan berinvestasi sebagai produsen SGA dan CGA (9 SGA dan 1 CGA)", katanya. 

Pembangunan keseluruhan refinery alumina yang direncanakan tersebut berpotensi memberikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) sebesar US$ 272,6 juta dan Pajak senilai US$ 848,6 juta setiap tahun di mana produk SGA sendiri 10,4 juta ton dan CGA sebesar 1,3 juta ton. Refinery baru yang sedang dibangun diklaim sudah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku SGA untuk smelter aluminium yang salah satunya dimiliki oleh PT Inalum.

Saat ini pemerintah mendorong realisasi pengoperasian industri refinery bauksit penghasil alumina serta penyerapan domestik untuk produk SGA di tanah air. Selain itu, pemerintah juga sedang mengkaji pengaturan efisiensi tata niaga bijih bauksit-SGA-aluminium secara terintegrasi. 

Pasalnya pemerintah telah menargetkan penyetopan ekspor bijih bauksit yang diharapkan berlaku 2023 nanti. Saat ini, bijih bauksit Indonesia dominan diekspor dikarenakan baru ada dua perusahaan refinery alumina yang mana pada tahun 2020 lalu nilainya mencapai US$ 450 juta. Sri Bimo mengatakan bahwa diperlukan penambahan industri smelter aluminium di Indonesia (saat ini PT Inalum) sehingga dapat menyerap produksi alumina dalam negeri. 

Untuk itulah, pemerintah akan fokus pada pemanfaatan bahan baku bauksit dan alumina (SGA) untuk diolah di dalam negeri, daur ulang scrap aluminium dan industry forming (flat product).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline