Be someone beyond your ability!
Adalah pesan yang aku terima di akhir tahun 2020.
Saat itu aku tidak kembali ke janabijana di Sumaterautara, sebagaimana sering terjadi bagi para perantau (parjalang). Ya, aku adalah si doli parjalang. Tidak jauh, masih di tanah air tercinta Indonesia.
Pesan itu aku terima sesaat sebelum aku mengikuti training ketiga untuk menjadi jurnalis energi.
Kisahku jujur tidak menarik, tidak juga istimewa apalagi mengandung bawang.
Tetapi ada pesan yang mungkin bisa aku bagikan kepada para pembaca, terkait pentingnya berjuang. Aku memulai bekerja (di perusahaan sesama manusia) pada usia 26 tahun.
Usia yang sudah akrab untuk menabung, mempersiapkan diri membangun rumah tangga (baca: keluarga). Ada kisah di belakangnya, tetapi bukan di tulisan ini wadahnya.
Dua tahun aku bekerja di dua perusahaan, pertama hanya mendekati dua bulan sebagai HRD di sebuah perusahaan IT, setelahnya di sebuah penerbit buku.
Pribadi yang dulunya tidak mengenal artinya mengejar kesempatan, akhirnya bisa duduk di ruangan ber-AC dengan kecepatan WiFi melebihi kecepatan cahaya, barangkali.
Di usia yang sudah menginjak 28 tahun, aku belum jadi apa-apa!
Betapa mengerikan dan menakutkan bukan? Beterbangan di Ibukota tidak membawaku pada kesadaran untuk memiliki effort lebih dari diri, dirasa puas dengan apa yang ada.