Lihat ke Halaman Asli

Selamat Hari Memperingatimu, Yah

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yah. Katanya ini hari ayah. Hari dimana para anak memperingatimu. Memperingati kebaikan hati dan jasamu. Mungkin tak seperti hari ibu yang lebih populer, tapi hari ayah cukup di kenal disini, dan lagipula, Google juga memberitahuku, Yah.

Yah, aku rindu.

Seremonial hari seperti hari ibu ini, entah mengapa, membuatku jadi ingin memberimu sesuatu yah. Karena selama ini, kau malah sering kuabaikan. Dengan aku yang sekarang, aku ingin melakukan sesuatu, apa saja, asal kau senang, Yah.

Karena selama 20 tahun dibawah naunganmu, aku lebih dekat dengan ibu. Bagiku, dulu kau terasa seperti pengganggu yang suka menjahiliku. Aku selalu ingin kau menjauh ketika makan bersama, karena takut kau akan merebut ayam goreng yang sudah kuawet-awet dipiring untuk kumakan terakhir. Kau selalu berhasil merebut lauk makanku, tapi esoknya kau selalu memberiku lebih. Sebagai pengganti, katamu.

Ketika aku SMP, kau setia mengantarku. Dengan motor yang suka mogok di jalan, kadang aku harus ikut mendorong, tapi kau selalu berhasil mengantarkanku sampai ke gerbang sekolah. Mengendarai  motor sejauh 18 km dari rumah ke sekolah seringkali membuat sakit ambeyenmu kambuh, tapi kau tak pernah mengeluh. Jika tidak ibu yang memberitahuku, mungkin aku tak pernah tahu. Namun, aku malah sering mengomel-ngomel saat kau membuatku telat, padahal seringkali, kesalahannya ada padaku, dan aku meruntuk habis-habisan saat sampai rumah pada ibu.

Hebatnya, kau hanya tertawa terkekeh menyikapiku.

Saat aku SMA, kau memperlakukanku dengan sama. Khawatir kalau aku berangkat sendiri, kau tetp setia mengantarku. Saat itu aku lebih beruntung karena waktu itu, kita sudah punya mobil kan, Yah? Tidak mewah memang, hanya mobil Panther keluaran 98, tapi mobil itu menemani hari-hariku ke sekolah, dan melindungiku saat hujan. Tentu saja, denganmu.

Saat aku mulai mengerti cinta, aku mulai lebih jauh darimu. Kau selalu bersikap over protective padaku sebagai anak bungsumu dan satu-satunya perempuan, tanpa tahu bahwa aku seringkali menceritakan laki-laki yang menjalin hubungan dengan ibu. Saat kau penasaran dan ikut bicara, kami berdua menjauhimu, dengan alasan ‘ini pembicaraan perempuan’. Baik ibu ataupun aku cukup tahu, bahwa aku tak akan pernah diizinkan untuk menjalin hubungan dengan pria manapun olehmu, iya kan Yah?

Dan sampai kuliah pun... kau masih bersikap sama. Aku tahu dibalik sikap jenakamu yang menganggap semuanya ‘bisa diatur’, kau sedih. Kau tak mau aku jauh-jauh darimu. Kau juga tak mau aku jauh dari pengawasanmu, tapi demi pendidikan, kau relakan aku, dan hanya menepuk bahuku sekali sembari berkata ‘belajar yang rajin ya, Nduk’.

Terlalu banyak pengorbanan yang kau lakukan padaku, Yah.

Dan sampai saat ini pun, aku belum bisa membalasnya. Aku belum bisa membuatmu tersenyum, baik karena sikapku, maupun karena perasaan banggamu padaku.

Di sini, di rig. Di usiaku yang ke 34, memandang lurus ke arah cakrawala sore dan mengingatmu. Air mataku menetes, karena aku tersadar, selama ini aku belum bisa membahagiakanmu. Aku yang belum bisa memberimu cucu, selalu membuatmu resah karena masih melajang di usiaku yang kepala tiga ini, dan paling jarang tinggal di rumah untuk membahagiakanmu. Di atas pengeboran lepas pantai ini, aku bekerja, karena semata-mata aku ingin membuatmu bangga, ingin kau tahu, bahwa putrimu yang dulu selalu kau lindungi dan kau perlakukan dengan istimewa layaknya berlian ini, kini adalah seorang gadis. Yang berdiri di atas kakinya sendiri.

Yah, maafkan aku. Sepulang nanti dari sini, ingin kupeluk dirimu. Maaf, selama ini aku selalu merepotkanmu. Doakan aku sehat selalu, agar aku bisa membahagiakanmu. Kudoakan agar kau panjang umur dan selalu sehat, agar aku bisa menyampaikan sejuta rasa sayangku padamu.

Selamat memperingati harimu, Yah. Selamat Hari Ayah.



Blater, 12 November 2014

23.57 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline