Hari ini dua pertiga Ramadhan telah kita lewati. Tak menyangka saya mendapat sebuah pembelajaran yang sangat berarti dalam hidup ini.
Beberapa tahun silam sebut saja Pak Hendra telah mencapai predikat laki-laki sukses dalam karier. Bagaimana tidak, dia telah berhasil menjadi pimpinan sebuah perusahaan ternama. Tentu saja kesuksesannya berpengaruh pada kebebasan finansial. Demikian pula dalam kehidupan rumah tangganya. Istri dan anak-anaknya merasakan serba kecukupan dalam hal materi. Rumah mewah, mobil lengkap dengan sopir pribadi dan berbagai atribut kemewahan mereka nikmati.
Anak tangga kebahagiaan berhasil mereka lalui hingga menjelang kelahiran anak ketiganya. Kala itu Bu Rina istri Pak Hendra sedang mengandung putri ketiganya. Pak Hendra tersandung persoalan dengan perusahaannya yang akhirnya ia harus mengembalikan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Usut punya usut uang perusahaan yang ia raup bukan untuk keluarganya tetapi untuk bersenag-senang bersama sekretarisnya. Akhirnya, rumah yang mereka tinggali, mobil dan harta benda lainnya habis terjual untuk membayar kerugian perusahaan. Bukan hanya cukup mengganti dengan uang saja, Pak Hendra terpaksa harus kehilangan pekerjaan dan berurusan dengan pihak berwajib.
Sepertinya titik balik kehidupan Pak Hendra beserta keluarganya tidak berhenti sampai di sini, Pak Hendra pun terlibat dalam suatu kecelakaan yang akhirnya ia menderita lumpuh beberapa bulan. Uang tabungan yang istri sisihkan pun habis untuk biaya pengobatan.
Sekarang Pak Hendra beserta istri dan anaknya tinggal di sepetak rumah kontrakan. Secara fisik Pak Hendra kini sudah sehat dan pulih kembali, hanya secara psikis menyisakan segudang pertanyaan. Mengapa seorang Bapak tega menghabiskan waktu hanya untuk berleha-leha dan tidur-tiduran di rumah. Biaya sehari-hari untuk makan, sekolah anak-anaknya, bayar kontrakan dan biaya kehidupan lainnya hanya mengandalkan hasil jualan kue istrinya serta uluran tangan saudara-saudaranya.
Sambil berurai air mata Bu Rina menyampaikan curhatanya. Di saat mereka bergelimang materi, mereka hanya menghabiskan waktunya untuk duniawi. Segala hal yang berbau akherati jauh dari sentuhan hati. Sholat wajib sering mereka lalaikan, apalagi membaca Al Quran, berdzikir dan amal ibadah lainya. Ia dapat mengambil hikmah atas semuanya.
Padahal Allah tidak pernah menutup pintu rezeki seseorang sedikitpun, apabila manusia itu mau berusaha. Dan, tidak ada suatu binatang melatapun di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya (QS. Hud:6).
Ya Rabb….bukakan mata hati Pak Hendra agar dapat memaknai bahwa kegetiran hidup akan terasa manis dengan menyimpan rasa syukur atas berbagai nikmat. Nikmat sehat, pendengaran, penglihatan, nikmat kedua kaki dan tangan, nikmat air dan udara yang bebas kita hirup setiap saat. Ingat…..anak-anak Bapak sangat membutuhkan kerja keras dan usaha orang tua meski tak tentu berapa jumlahnya bukan uluran tangan dari orang-orang yang jumlahnya tak seberapa. Saya pun segera bergegas pergi sambil menyeka air mata yang sedari tadi tertahan di pelupuk mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H