Lihat ke Halaman Asli

New Normal Between Covid-19 and DHF

Diperbarui: 13 Juli 2020   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

World Health Organization (WHO) telah menetapkan Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) sebagai pandemi global pada Rabu, 11 Maret 2020 silam. Penetapan tersebut didasarkan pada sebaran 118 ribu kasus yang mengakiti di 114 negara. Sebelumnya COVID-19 pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, China pada akhir desember 2019, dan kemudian menjadi wabah di januari 2020. Gejala dari COVID-19 ini sanga mirip dengan gejala flu disertai dengan pneumonia (radang paru), yag mengakibatkan pasien menjadi sesak (sulit bernafas). Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya angka kemarian akibat virus ini.

Data dari Johns Hopkins School merilis lebih dari 12.507.849 kasus positif COVID-19 secara global dengan 6.890.914 kasus dinyatakan pulih dari virus dan 560.460 kasus meninggal dunia. Di Indonesia kasus positif telah mencapai 74.018 kasus positif dengan 34.719 kasus dinyatakan sembuh dan 3.535 kasus dinyatakan meninggal dunia.

Presiden RI Ir. H. Joko Widodo, juga telah mengumumkan kasus pertama positif COVID-19 di Indonesia pada Senin, 2 Maret 2020 yang ditularkan melalui transmisi dari manusia ke manusia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah RI, beberapa diantaranya ialah dengan membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang disahkan melalui Keputusan Presiden RI No. 9 Tahun 2020. Langkah lainnya ialah dengan kebijakan pemerintah seperti pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Peraturan Kementerian Kesehatan No. 9 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Praktis setelah 3 bulan melewati masa tanggap darurat dan PSBB, pemerintah Indonesia mulai menjajaki penerapan kehidupan normal yang baru (new normal) dan melingarkan PSBB.

Pada 28 Mei 2020 Pemerintah Pusat melalui Meneteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada 28 Mei 2020 dalam jumpa pers bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menyampaikan Protokol Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 menuju Normal Baru (new normal), hidup berdampingan dengan Covid-19. Pemerintah menyebutnya 'Penyesuaian PSBB', dimana sedang disusun kriteria dan langkah-langkahnya, serta menentukan bagaimana Penyesuaian PSBB diberlakukan. Monoarfa menjelaskan bahwa berdasarkan berbagai studi tentang pengalaman berbagai negara yang berhasil menangani pandemin Covid-19, ada beberapa prasyarat agar masyarakat dapat produktif tetapi keamanan dari bahaya Covid-19 tetapi terjamin, yaitu: 1) Penggunaan data dan ilmu pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk Penyesuaian PSBB; 2) Penyesuaian PSBB dilakukan secara bertahap dan memperhatikan zona; 3) Penerapan protokol kesehatan yang ketat; dan 4) Review pelaksanaan Penyesuaian PSBB yang dimungkinkan adanya pemberlakuan kembali PSBB dengan efek jera yang diberlakukan secara ketat apabila masyarakat tidak disiplin dalam beraktivitas.

Memasuki era new normal ditengah kewaspadaan terhadap Covid-19, penyakit Demam Bedarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) juga mulai merebak, dipandang perlu menjadikan perhatian khusus. Untuk mengantisipasi, mencegah dan memberantas nyamuk Aedes aegypti yang menjadi penyebar virus Demam Berdarah Dengue. Harus selalu mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktifitas denga sabun dan air mengalir selama 60 detik, bila berpergian juga selalu menggunakan masker, dan siap sedia hand sanitizer merupakan contoh penerapan new normal (kenormalan baru). Langkah preventif yang lain ialah dengan menjaga jarak dengan orang lain (physical distancing) minimal 1-2 meter, hal ini dikarenakan virus SARS-CoV-2 menular dari manusia ke manusia melalui droplet (percikan).

Kenormalan baru menitik beratkan pada pola hidup sehat dan juga menjaga jara dari carrier (manusia) agar tidak terkena virus Covid-19. Mengacu pada kenormalan baru tersebut, pola hidup sehat dan menjaga jarak dari carrier juga berlaku sama untuk menghindarkan kita dari penyaki DBD. Walau secara bentuk agak sedikit berbeda mengingat jenis virus dan carrier-nya berbeda. Dalam menangani kasus DBD kita sering dengar istilah Germas (Gerakan Masyarakat Sehat) dengan prinsip 3 M (Menguran, Menutup, dan Menimbun). Secara prinsip kenormalan baru dengan 3M adalah mendorong masyarakat untuk hidup sehat. Disamping itu, himbauan untuk menjaga jarak dengan carrier juga berlaku dengan DBD dimana yang berperan sebagai carrier bukanlah manusia melainkan nyamuk sehingga carrier tersebut lebih dikenal dengan vektor.

Sama halnya dengan physical distancing, dalam penanganan DBD pun kita hendaknya mengusahakan menjauhkan diri kita dengan nyamuk. Caranya adalah dengan membuat daerah tempat kita tinggal "tidak nyaman" untuk menjadi sarang nyamuk. Tempat-tempat yang menjadi sarang nyamuk sendiri ialah genangan air atau tempat penampungan air, tumpukan barang-barang bekas, dan tempat yang gelap dan lembab.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) pertama kali dideskripsikan pada 1779, dan mencapai puncak tertinggi pada tahun 1960-an yang mana menimbulkan masalah sejak perang dunia kedua. Penyakit ini umum terjadi di lebih dari 110 negara dengan rata-rata 50-100 juta orang per tahunnya terkena demam dengue. Hal ini diperparah dengan belum ditemukannya vaksin dan obat spesifik tentang virus dengue, maka dengan demikian pencegahan lah yang menjadi kunci. Seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa Germas menjadi salah satu pencegahan yang paling baik, tetapi karena tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh mengakibatkan DBD masih terus membayangi dan masih menjadi endemik di beberapa daerah.

Dari contoh DBD tersebut kita juga dapat menyimpulkan bahwa keseriusan dan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan kenormalan baru di masa sekarang yang menjadi penentu akan bagaimana Covid-19 dikemudian ahri. Bila masyarakat kurang disiplin dalam menjalankan protokol kenormalan baru, maka dikemudian hari Covid-19 akan menambah jumalah penyakit akibat virus yang membayangi manusia dan bisa saja akan menjadi endemik di beberapa daerah mengingat vaksin dan obat spesifik dari virus SARS-CoV-2 juga masih dalam tahap pengembangan (belum ditemukan).

Untuk itu, Covid-19 dengan protokol kenormalan barunya hendaknya menyadarkan dan mengingatkan kita akan pentingnya pola hidup sehat yang sudah digaungkan selama ini untuk benar-benar dilakukan termasuk diantaranya Germas (3M), guna menjauhkan diri kita carrier virus yang selalu membayangi kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline