Lihat ke Halaman Asli

Kegelisahan Sebuah Hati

Diperbarui: 9 November 2017   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Kegelisahan Sebuah Hati". Secara pribadi, saya sendiri tidak tahu, hati siapa yang sedang dirundung gelisah, sedih dan gundah.

Mei 1998, saya mengikuti acara syukuran wisuda seorang teman. Waktu itu, salah seorang pembimbing mahasiswa ekstern STFK Ledalero (tak perlu sebut namanya). Beliau mengatakan bahwa "Malam ini, kalian para wisudawan diayubahagiakan setinggi langit. Setiap sudut, orang tunduk memberi salam dan setiap bibir tersungging senyum paling manis kepada anda kalian. Akan tetapi, coba kalian lihat besok dan seterusnya, ketika anda kalian dengan baju lengan panjang dan bercelana rapih mengisi lorong demi lorong dibawah terik matahari bercampur keringat untuk melamar pekerjaan. Setiap orang yang kalian temui seakan diam membisu tak berdaya."

Pertanyaannya, meski paling tinggi pendidikannya, mengapa kian banyak lulusan universitas menganggur? Apa artinya? Tidak ada jaminan bahwa para lulusan perguruan tinggi baik S1, S2 bahkan mungkin S3 sekali pun, akan mudah mendapatkan pekerjaan. Apabila angka ini terus bertambah dari tahun ke tahun, sudah pasti angka pengangguran intelektual akan semakin membengkak. Mengapa angka pengangguran di Indonesia tidak pernah berkurang dari waktu ke waktu? Apa yang salah? Kalau kita boleh menyalahkan, sebenarnya yang salah adalah diri kita sendiri. Mengapa? Siapa yang menyuruh kita menganggur? Tidak ada seorang lain pun yang menyuruh kita menganggur, kecuali diri kita sendiri.

Fenomena ini kian menggelisahkan ketika kurang terlibat atau tertariknya kaum muda termasuk mahasiswa/i terhadap kegiatan menabung pada koperasi kredit. Kaum muda lebih tertarik dan berteman dengan hal-hal yang bersifat pembelanjaan dari pada menabung sebagai bekal modal usaha saat ini terutama pada saat setelah wisuda nanti. Orang-orang muda masih lebih berminat pada kegiatan-kegiatan yang menghabiskan dari pada kebiasaan hidup hemat dengan membelanjakan yang dibutuhkan bukan yang diinginkan. Tentu tidak semua orang muda tetapi yang paling dominan.

"Kegelisahan sebuah hati" adalah kegundahan hati-hati kita semua. Apakah kita tetap dan terus terbenam dalam kolam kegelisahan? Ataukah kita secara bersama-sama berupaya keras untuk mencari jawaban atau paling kurang sebuah alternatif solusi untuk mengatasi kegelisahan yang sedang kita alami saat ini dan masa yang akan datang. Mari kita berdiskusi secara cerdas dan bijak agar kita mampu mencairkan batu karang kegelisahan yang kian menggumpal.

Selamat berdiskusi!

Ende, Flores, NTT 09 November 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline