Perhelatan pilkada DKI makin mendekati suhu memanas sesungguhnya. Belum masuk saat kampanye terbuka sesuai jadual KPUD DKI Jakarta, pernyataan-penryataan sinis salah paslon terhadap paslon lain pun sudah mengarah pada siatuasi yang 'panas". Tentu paslon petahana senantiasa menjadi makanan empuk dan bulan-bulanan bagi paslon baru.
Sesungguhnya kita menerima dengan riang gembira bahwa saat kampanye atau menuju saat berahmat itu, para paslon menawarkan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat sesuai rekam jejak apa yang dilakukan masing-masing paslon. Mengeritik situasi yang kurang baik pun bisa kita maklumi apabila apa yang dikritik itu kita niatkan untuk sesuatu yang lebih baik berdasarkan fakta dan data yang benar. Tidak ada satu manusia pun menginginkan kehidupannya amburadul, semrawut, ngawur dan kurang bermartabat. Apalagi itu suatu wilayah. Wialayah sebesar DKI Jakarta sebagai barometer Indonesia pada umumnya.
Ada orang bijak (maaf, saya lupa namanya) yang mengajarkan tentang hukum alam kehidupan yang bermartabat dengan rumus E + R = R. E = Event (peristiwa, kejadian), R1 = Respons (tanggapan, jawaban), R2 = Result (Hasil). E biasanya tidak bisa kita manusia kendalikan. Event itu terjadi begitu saja. R1 respons biasanya bisa kita kendalikan bahkan itu tergantung pada diri kita. Baik itu respons positif ataupun negatif sangat bergantung pada diri kita sendiri dalam menanggapi berbagai peristiwa atau kejadian yang terjadi pada diri kita, lingkungan atau wilayah kita. Hasil sangat bergantung pada respons yang kita berikan kepada kejadian atau peristiwa yang terjadi.
Contohnya kota Jakarta. Jakarta dikenal dengan macet, banjir, sungai yang pekat, hitam, kotor dan peristiwa lainnya yang membuat publik Jakarta maupun yang mau ke Jakarta mengalami stress. Berhadapan dengan kejadian atau peristiwa itu dulu Jokowi-Ahok dan dilanjutkan oleh Ahok-Jarot meneruskan langkah-langkah positif yang telah dilakukan para pendahulunya. Namun yang menarik bahwa Ahok-Jarot sangat konsisten melanjutkan kegiatan pembersihan kali atau sungai untuk mengurangi banjir serta menciptakan lingkunan yang asri bahkan anak-anak yang sebelumnya mandi di kali sekarang justru mereka sangat gembira menikmati air bersih itu.
Orang-orang yang tinggal di bantaran kali dengan keadaan lingkungan yang kotor dan tidak manusiawi dimanusiawikan Ahok-Jarot dengan memidahkan ke tempat yang lebih manusiawi. Mereka berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan manusia lainnya. Tempat tinggalnya asri, disiapkan berbagai kebutuhan kehidupan mereka sehari-hari tentu dengan tidak mengabaikan potensi mereka sebagai manusia yang harus bekerja sebagai aktualisasi pribadi sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Tindakan penggusuran atau pembersihan sungai memang tidak bisa dihindarkan setelah melakukan berbagai proses pendekatan secara manusiawi, berdialog dan membiarkan mereka berpindah secara mandiri ke tempat yang lebih manusiawi, lebih bermartabat. Lebih banyak orang secara sukarela dan bermartabat memindahkan atau berpindah ke tempat yang telah disiapkan pemda (Ahok-Jarot). Tentu tidak tertutup kemungkinan bahwa masih ada yang tidak puas dan memutuskan diri untuk bertahan. Kita tidak tahu persis, apa yang membuat mereka tetap bertahan. Kita apresiasi apabila hal itu dilakukan untuk memperjuangkan hak-haknya tanpa campur tangan pihak ketiga apalagi ada nuansa politik.
Hanya mereka yang tahu persis. Namun apabila ada seseorang melihat bahwa hal itu menyebabkan Ahok, orang yang tidak manusiawi. Saya secara pribadi kurang setuju. Justru, Ahok-Jarot melakukan pembenahan dan perubahan yang manusiawi dengan pendekatan yang manusiawi juga. Apabila berbagai pendekatan kemanusiaan tidak dipedulikan maka aturan atau regulasi yang menjadi rujukan semua orang tanpa terkecuali mamang harus ditegakkan. Kita dalam keluarga, apabila ada anak yang nakal di luar batas kewajaran tentu harus ambil tindakan tegas juga. Apalagi kota Jakarta dengan ribuan jutaan penghuni.
Intinya, kita menghendaki tindakan konsistensi ini berlaku untuk semua golongan. Tidak ada yang dianakemaskan dan yang dianaktirikan. Menyangkut dengan kehidupan hajat orang banyak, memang regulasi yang menjadi pedoman, rujukan bersama. Yang penting regulasi atau aturan itu dilakukan dengan proses yang manusiawi juga. Itu sudah dilakukan.
Entahkah, Ahok tidak manusiawi, hanya rakyat Jakarta yang tahu dan menentukan pimpinan mereka 5 tahun ke depan tanggal 15 Februari 2017. Ahok-Jarot, tegaklah membangun Jakarta dengan manusiawi. Mari kita dukung pemimpin yang tegas, berani, melakukan untuk rakyat dengan manusiawi.
Selamat pagi semua ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H