Lihat ke Halaman Asli

Perihal yang Kedua

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Blora, kala malam sunyi...
Malam ini mendung menghampiri, sama dengan hati yang sedang disaput kegalauan. Menanyakan sejuta tanya yang enggan terucap lewat lisanku, padanya.
Hening, kau berubah begitu jauh. Diam dan pasif. Hampa, hanya itu yang kurasa saat ini.
Tak ada kudengar lagi suaramu menemaniku kala rindu itu mengusik kembali. Kini.
Kini, kuhanya dapat diam dan menunggu. Keajaiban yang Rabb berikan pada kisah 834 km ku, denganmu. Bilamana langit kelam, seperti hatiku kini. Sungguh, aku sedang merindukanmu. Sangat merindu. Namun kutahu, tak berhak aku dapat memiliki ragamu. Kuhanya dapat mencintaimu dalam jarak dan diamku.
Seandainya kamu tahu, kini kujadikan kamu satu-satunya ikhwan yang mengisi hatiku. Seandainya kamu mengerti, kini dan selamanya kuhanya milikmu.
Dear, kekasih hati yang tak dapat kugapai. Yang tak mampu kurengkuh hangat pelukmu lagi. Aku tersadar, cinta adalah hadiah terindah dari hati. Seperti katamu... "Jangan pernah mengubah kebiasaan." Tak ada yang salah dalam cinta, dicinta, mencinta, dan menjadi yang tercinta. Kamu juga bilang, "Sesungguhnya, antara pertama dan kedua, di hadapan-Nya mereka tetap sama." Aku tersenyum mendengarnya, dan mengerti. Seperti kataku dulu saat janji itu terucap, tak ada yang bisa menggantikanmu di sini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline