Lihat ke Halaman Asli

Kebangkitan Tanpa Proses Perjuangan Itu Tidak Mungkin

Diperbarui: 1 Mei 2020   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Kebangkitan tanpa proses perjuangan itu tidak mungkin, begitupun yang saya alami bersama mereka. Teman-teman pekerja migran yang kurang beruntung. Kisah mereka selalu menarik dan membuat saya kadang malu juga karena saya kadang mengeluh dan cepat emosi kalau tidak sesuai dengan rencana yang saya buat. Tenang, tetapi ketika menemani seseorang yang luar biasa dalam perjuangannya aku akan menjadi tidak menyadari keletihanku.

Dia adalah seorang gadis kecil berusia sekitar 8 tahun yang berani meninggalkan kampung halamannya untuk mengubah hidupnya dan mempunyai keinginan yang sangat mulia, yaitu bercita-cita untuk membantu ekonomi orang tuanya.

Gadis cantik itu sebenarnya tidak tahu apa itu pekerjaan dan betapa sulitnya kompetisi dan kehidupan. Tetapi dia punya tekad untuk harus bekerja dan harus keluar. Pendek cerita dia dibawa oleh broker dan dengan rekayasa akhir mendapat pekerjaan di negara tetangga.

Akhirnya, anak di bawah umur bekerja di sebuah perusahaan ikan. Setiap hari dia menunggu 15 kapal yang membawa ikan dan menaruhnya di kotak ikan yang diberi es untuk menjaga ikan tetap segar. Sebelum dia bekerja, dia harus menyapu dan mengepel di tiga rumah pada gilirannya dalam waktu sesingkat mungkin.

Kemudian dia harus mengurus 15 kapal yang membawa hasil tangkapan ikan dan merapihkan mereka yang bisa sampai malam dan bahkan tengah malam. Setelah itu, dia masih harus melanjutkan pekerjaan rumah lagi sampai sekitar jam 11 atau 12 malam, hanya boleh makan dan istirahat sebentar, selama 8 tahun tanpa gaji.

Pada akhirnya ia juga ingin melarikan diri dan akhirnya berhasil. Akan tetapi sial, dia berkenalan dengan migran lain dari Bangladesh yang juga tidak berdokumen dan akhirnya jatuh cinta dan hamil. Kemudian, ditemani oleh rekan-rekan Tenaganita, akhirnya gajinya dapat diproses dan juga segera mengurus dokumen untuk kembali ke tanah airnya. Ketika dia berada di penampungan dia melahirkan bayi kecil yang sangat cantik.

Setelah melalui proses yang sangat panjang, dia bisa kembali. Malam itu saya menjemput di bandara El Kupang, tetapi hati saya tidak rela dan sedih ketika saya melihat sepupunya lelah dan dia memberi saya ponsel baru dan beberapa tagihan. Tidak apa-apa selain apa yang saya lihat disambut telepon genggamnya.

Ini menjadi salah satu kekhawatiran saya. Ketika pekerja migran setengah mati berjuang di luar negeri bahkan mengalami kekerasan dan tidak dibayar, kadang-kadang keluarga tidak ingin tahu dan bahkan pekerja diminta untuk segera mengirimkan uang.

Setelah semua proses berjalan, saya dibawa ke kota kelahirannya yang penuh tikungan bernama area Biudukfoho, yang ternyata masih termasuk distrik Rinhat. Mobil kami tidak bisa masuk ke desanya dan perjalanan dilanjutkan dengan sepeda motor. Namun karena jalannya sangat ekstrem, akhirnya sisa perjalanan sekitar 2 km ditempuh dengan jalan kaki yang menuruni bukit. Untungnya hari sudah malam dan gelap, sehingga kami tidak dapat melihat jalan yang harus dilewati.

Alhamdulillah akhirnya tiba di rumah keluarga. Dengan emosi biru keluarga menyambut kedatangan putrinya yang hilang selama 8 tahun yang akhirnya kembali dengan cucu perempuan mereka yang sangat cantik. Semoga Allah senantiasa menemani perjuangan berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline