Lihat ke Halaman Asli

Laurenchia_

Mahasiswa

Transformasi Pemilu 2024 di Era Digital: Peluang dan Tantangan

Diperbarui: 26 Juli 2023   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Dokumen Pribadi

Pada 25 Juli 2023, telah diadakan kuliah umum pendidikan pancasila yang diselenggarakan di Audio Visual Geise FISIP UNPAR. Kuliah tersebut dipresentasikan oleh Dr.Adiyana Slamet,S.IP.,M.Si yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia - Jawa Barat. Kuliah ini diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, M.Ridwan Kamil, yang menekankan pentingnya pengawasan media digital berbasis internet oleh KPI, dengan dasar hukum dari UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dan PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik). UU ITE merujuk pada Undang-Undang No 19 Tahun 2016, sementara PSE mengatur tentang pendaftaran sistem elektronik di negara tertentu. Kebijakan ini diberlakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk semua penyedia layanan digital di Indonesia, guna memungkinkan pengumpulan, analisis, penyimpanan, dan penyebaran informasi dari platform elektronik.  

Perkembangan peradaban tidak hanya ditentukan oleh kemajuan pemikiran manusia, tetapi juga oleh institusi media yang didasari oleh kajian ekonomi politik media. Seperti yang diungkapkan oleh JIM Macnamara dalam bukunya “How to Handle the Media” (1996), berinteraksi dengan media berarti berhadapan dengan sebuah institusi yang tidak sempurna, bukan sekadar kelompok tentara yang tidak terorganisir. Seiring berjalannya waktu, dunia telah mengalami perubahan besar dalam memasuki era baru, dimana revolusi terjadi hampir setiap 100 tahun. Dalam sejarah. kita mengenal revolusi industri 1.0 yang ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1784, revolusi industri 2.0 dengan penemuan listrik oleh Thomas Faraday dan lampu listrik oleh Thomas Alfa Edison, revolusi industri 3.0 dengan penemuan komputer dan internet pada tahun 1969, dan saat ini kita berada di era revolusi industri 4.0 dengan teknologi internet super cepat 5G, berfokus pada pengolahan big data dan kecerdasan buatan (AI).  

Hasil penelitian “Millennial Generation in West Java Governor Election : Political Communication and Information Media” menunjukkan bahwa mereka cenderung mencari informasi politik melalui media sosial. Media sosial menjadi sumber utama informasi bagi generasi ini, terutama dalam bentuk foto dan video. Namun, kecenderungan ini menyebabkan kurangnya pemahaman secara keseluruhan mengenai visi misi calon gubernur karena informasi yang disajikan lebih terfokus pada eksistensi para calon di media sosial. Meskipun begitu, penelitian juga menemukan bahwa bahasa dan penampilan calon gubernur mampu menarik perhatian generasi milenial. Hal ini dapat memotivasi generasi ini untuk berpartisipasi dan memilih calon yang dianggap mewakili karakteristik mereka sebagai generasi yang meyakinkan, sehingga visi misi calon kurang menjadi fokus utama. 

Tantangan terkait ruang digital kian meningkat, terutama dalam aspek politik dan disrupsi informasi. Tiga bentuk disinformasi yang perlu diperhatikan adalah misinformasi (penyebaran informasi keliru tanpa niat jahat), disinformasi (penyebaran informasi keliru dengan maksud menimbulkan kekacauan), dan malinformasi (penyebaran informasi yang benar namun disebarkan untuk menyebabkan kekacauan baru). Selain itu, aktivitas siber semakin bermunculan dengan kemajuan teknologi di era digital. Aktivitas ini seringkali terjadi melalui media sosial dan berpotensi menjadi saluran untuk menyebarkan disinformasi dan memanipulasi opini publik. Pada tahun 2020, tercatat 81 negara menggunakan media sosial untung menyebarkan propaganda dan disinformasi politik yang merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya yang melibatkan 70 negara. 

Kondisi ini perlu diwaspadai, terutama dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Dalam Indeks Kerawanan Pemilu, populasi generasi Z (usia 17-27 tahun) di Jawa Barat mencapai 7.407.490 jiwa (20,74%), diikuti oleh kelompok millennial (usia 25-39 tahun) dengan jumlah 11.603.822 jiwa (32,49%), generasi X (usia 40-55 tahun) dengan jumlah 10.658.794 jiwa (29,84%), baby boomer (usia 56-76 tahun) dengan jumlah 5.509.677 jiwa (15.43%), dan lansia (usia di atas 76 tahun) dengan jumlah 535.118 jiwa (1,50%). Dalam menghadapi situasi ini, dibutuhkan sikap kritis untuk tidak mudah percaya terhadap informasi yang diterima, melaporkan berita hoaks, mengklarifikasi informasi, mendapatkan informasi dari sumber terpercaya, dan menyebarkan pesan anti hoaks melalui peran keluarga, serta bergabung dengan komunitas anti hoaks 

Selain itu, media sosial juga memiliki keterkaitan dengan geopolitik Indonesia, mengingat 75% wilayahnya dikelilingi oleh laut dengan garis pantai sepanjang 95.181 kilometer, menjadikannya negara dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia, dengan 17.440 ribu pulau, 129 gunung api, kekayaan alam yang tak terhitung, 1128 suku, dan 746 bahasa. Dalam pandangan Soekarno, geopolitik Indonesia merupakan bagian tak terpisahkan dari jiwa bangsa, yang memungkinkan bersaing dengan negara maju lainnya. Kendati demikian, terdapat tantangan buta politik yang perlu diatasi. Buta politik terjadi ketika individu tidak peduli, tidak berbicara, tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik, atau tidak memahami biaya kebutuhan hidup serta biaya sewa yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Kebodohan politik semacam ini dapat terjadi akibat politis yang buruk, baik dalam skala nasional maupun multinasional. Oleh karena itu, kita harus mengingat kata-kata penyair jerman, Bertolt Brecht, bahwa kebohongan yang berulang-ulang akan menjadi kebenaran yang dipercayai banyak orang.  

Perkembangan peradaban di era digital tidak hanya bergantung pada kemajuan pikiran manusia, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh peran institusi media dalam kajian ekonomi politik media. Generasi milenial mengandalkan media sosial sebagai sumber informasi utama, namun dibalik itu muncul tantangan serius berupa disinformasi dan manipulasi opini publik. Menghadapi Pemilu 2024, penting bagi kita semua untuk aktif dalam memerangi hoaks dengan memverifikasi informasi sebelum menyebarluaskannya. Selain itu, penting juga untuk memahami keterkaitan media sosial dengan geopolitik Indonesia, serta mengatasi tantangan buta politik dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang politik dan informasi yang akurat. Dengan menghindari penyebaran berita palsu dan memastikan informasi berasal dari sumber yang terpercaya, kita dapat menghadapi tantangan ini dan bijaksana dalam memanfaatkan media sosial untuk kemajuan peradaban dan stabilitas politik negara. 

Sumber : Dokumen Pribadi 

Sumber : Dokumen Pribadi 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline