Lihat ke Halaman Asli

Narendra

Diperbarui: 8 Oktober 2016   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada sebuah kelegaan yang perlahan memadati dadamu. Kediamanmu terasa lengang tanpa celoteh anak-anak yang berlarian berebut ini itu, sesekali berteriak girang. Dan Sekar. Ia pun tak ada. Sebuah letupan kecil yang entah apa namanya kembali menyala. Ketika kau ingat janji tentang kedatangannya kali ini. Letupan-letupan kecil itu membuncah, pelan-pelan membuatmu tersenyum.

Windy.

Seperti apa dia kini? Masih suka melamun dan diam-diam memandangmu lalu di kali lain tertunduk atau mengarahkan matanya berkelana di kejauhan. Ke tempat yang belum bisa kau jejaki. Kau pun tak dapat memungkiri kenyataan yang kaurasakan setiap kali ia ada bersamamu. Seperti yang terjadi sebelumnya dan sebelumnya. Selalu ada yang manis. Kau sesap rasanya begitu saja seperti kanak-kanak mengisap manisnya kembang gula. Ah.

Ponselmu kembali bergetar. Nama yang tertera di sana membawamu kembali ke bumi.

Sekar.

"Hai..."

"Hai..." sahutmu berat. Melirik arlojimu. Pukul dua pagi.

"Belum tidur?" mustinya kau yang ingin bertanya hal itu tapi Sekar mendahuluimu.

"Belum ngantuk. Masih pengen baca dulu. Kamu?" kau mengusap kulit buku Seveneves, jemarimu bergerak membuka-buka lembarannya dengan satu tangan.

"Aku nggak bisa tidur. Kepikiran kamu terus. Tadi makan apa?" kau mendengar nada suara Sekar di ujung sana.

Hmm. Kau bahkan sudah tak ingat tadi makan apa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline