Lihat ke Halaman Asli

Puisi Sastra "Tembang Macapat"

Diperbarui: 19 Oktober 2016   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tembang Macapat yaitu satu tembang, nyanyian atau puisi tradisional budaya Jawa yang mana disetiap baitnya memiliki baris kalimat disebut dengan gatra. Masing-masing gatra memiliki sebagian suku kata khusus dengan sebeut guru wilangan dengan akhiran pada bunyi sajak yang disebut guru lagu. Sebenarnya bukan hanya kebudayaan Jawa saja yang memiliki tembang macapat, namun di daerah lain ada juga tembang macapat seperti Bali, Sasak Lombok, Madura, dan Sunda. Bahkan tembang macapat juga sempat diketahui di Palembang dan Banjarmasin. 

Biasanya tembang macapat diambil kesimpulan dalam bhs Jawa yakni melalui langkah membagi jadi dua suku kata yaitu “maca papat-papat”. Apabila diambil kesimpulan dalam bhs indoesia yaitu “membaca empat-empat”. Makna dari arti itu yakni langkah membaca tembang macapat tersambung tiap-tiap empat suku kata. Namun ini hanya satu dari banyak arti, masih tetap terdapat beberapa arti dan penafsiran lain. Karya kesustraan classic Jawa dari jaman Mataram Baru umunya ditulis menggunakan metrum macapat yang mana yaitu satu tulisan berupa prosa atau gancaran. 

Karya-karya itu sebenarnya tidak disangka sebagai hasil karya sastra namun hanya seperti daftar isi saja. Beberapa contoh karya sastra Jawa yang ditulis dalam tembang macapat yaitu Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, dan Serat Kalatidha. 

Tembang macapat atau puisi tradisional jawa ada tiga segi grup : 

 Tembang Cilik 

 Tembangan Tengahan 

 Tembang Gedhe 

Tembang macapat dikelompokkan sebagai tembang cilik dan tembang tengahan, namun untuk tembang gede yakni untuk kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuno.  Jaman Mataram Baru penggunaannya tidak diterapkan perbedaan pada suku kata baik panjang atau pendek. Di sisi lain tembang tengahan bisa pula merujuk pada grup kidung yang dimaksud puisi tradisional dalam bhs Jawa Pertengahan. Apabila tembang macapat di banding dengan kakawin ada perbedaan pada beberapa ketentuannya. Tembang macapat lebih lebih mudah digunakan dalam bhs Jawa karena tembang kakawin yang didasari menggunakan bhs Sansakerta. 

Kakawin benar-benar demikian memperhatikan panjang pendek masing-masing suku kata, berbeda dengan tembang macapat yang menyepelekan panjang pendek suku katanya. Contoh dan Langkah Penggunaan Metrum Tembang Macapat 

Tembang Macapat Pocung 

Pucung yaitu satu di antara 12 puisi jawa tembang macapat yang paling sederhana. Pucung biasanya disebut juga dengan pocung. Pucung yakni tetembangan yang digunakan untuk mengingat akan kematian, karena sama dengan kata pocong yang memiliki arti sebagai pembungkus mayat akan dikubur. Pucung juga memiliki arti woh-wohan atau dalam bhs Indonesianya yakni buah-buahan yang berikanlah kesegaran. Kata cung sendiri ialan mengingatkan pada kuncung yang lucu, sampai pergantian dari tembang ini merujuk pada seseuatu yang lucu, parikan atau badhekan (tebak-tebakan). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline