Lihat ke Halaman Asli

[Heboh Kalijodo] Haji kok Ngelola Tempat Judi dan Prostitusi sih? Huh! Malu-maluin Aja...

Diperbarui: 16 Februari 2016   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: liputan6.com"][/caption]Miris euy baca berita tentang Kalijodo, beberapa bosnya oleh media ditulis menyandang status ‘haji’. Sebagai muslim, saya kok jadi malu. Mbok ya status hajinya gak usah disebut-sebut gitu lho. Abis, status dengan profesinya bak bumi dan langit. Hehe

Tapi itulah realitasnya, Mas Bro.

Bahkan, dalam bukunya “Geger Kalijodo: Kisah Polisi dan Mediasi Konflik” Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti menulis: Kawasan perjudian Kalijodo terbagi atas tiga wilayah “kekuasaan”. Di bagian depan, yaitu di Jembatan Dua, dikuasai kelompok yang kerap disebut “Banten-Serang”, yang dipimpin Haji Riri, yang memang berasal dari Serang, Propinsi Banten.

Waduh, saya selaku warga Banten kaget juga nama propinsi saya disebut-sebut disitu.

Sedikitnya ada lima bos besar di sana: Haji Riri yang bergandengan dengan Agus, Haji Usman, Aziz, Bakri, dan Ahmad Resek. Mereka berbagi kavling kekuasaan di Kalijodo, tulis Krishna Murti dalam buku penelitiannya yang diperuntukan guna studi pasca sarjana di Program Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia itu.

Siapa Haji Riri?

Bagi sebagian warga Cilegon dan Serang, nama Haji Riri cukup terkenal sebagai pemilik beberapa properti, di antaranya: beberapa komplek ruko dan perkantoran di kawasan strategis di Cilegon, dan pemilik beberapa hotel megah di kawasan wisata Anyer, Serang.

Namanya pernah mencuat pada saat pilkada Cilegon tahun 2010. Ia disebut-sebut sebagai penyandang dana dari salah satu pasangan calon walikota yang kebetulan kalah pada waktu itu. Selebihnya, saya lebih banyak tahu tentang namanya dari media ketika heboh tentang Kalijodo.

Di dalam bukunya itu, Krishna Murti juga mengisahkan bagaimana ia dan timnya berhasil membongkar praktik penjualan perempuan (women trafficking). “Mereka datang dari berbagai daerah, dipaksa menjual diri setelah sebelumnya datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga,” tulis Krishna.

Terkait dengan women trafficking ini, saya juga pernah melakukan investigasi tanpa sengaja di kampung dimana ‘pimpinan kelompok Banten di Kalijodo’ ini berasal.

Awalnya ketika itu saya sedang hunting pembantu karena pembantu di rumah ingin berhenti. Atas saran banyak teman saya dianjurkan untuk nyari pembantu dari daerah P (maaf, saya menulis inisialnya saja), sebuah kampung di wilayah kabupaten Serang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline