Effective Change: Combining Project Management with Human-Centered Approaches for Lasting Impact
Dalam dunia bisnis yang terus berubah, kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan sangat penting untuk mempertahankan daya saing. Artikel "Project Management and Change Management: Working Together for Effective Organizational Change" oleh Megan K. Murray, Sarah Woodside, dan Michael Braunscheidel (2020) menyoroti peran penting kolaborasi antara manajemen proyek dan manajemen perubahan dalam mengelola perubahan organisasi. Dalam pandangan tradisional, manajemen proyek sering kali hanya dianggap sebagai pengelolaan aspek teknis dari perubahan, seperti alokasi sumber daya dan pelaksanaan proyek. Namun, artikel ini menegaskan bahwa pendekatan yang hanya berfokus pada manajemen proyek tidak cukup, terutama ketika menghadapi resistensi karyawan terhadap perubahan.
Dalam studi kasus implementasi Managed Print Services di sebuah perusahaan besar, Murray dan timnya menemukan bahwa kombinasi dari kedua pendekatan ini mampu meningkatkan keberhasilan perubahan. Secara khusus, manajemen proyek berperan dalam mengatur sumber daya dan memastikan bahwa setiap langkah berjalan sesuai rencana. Sementara itu, manajemen perubahan fokus pada komunikasi dan keterlibatan karyawan, yang sering kali menjadi tantangan besar dalam perubahan organisasi.
Studi ini memberikan perspektif baru tentang bagaimana kedua disiplin ini saling melengkapi. Karyawan yang merasa didengarkan dan dilibatkan dalam proses perubahan lebih mungkin untuk menerima perubahan tersebut, mengurangi resistensi yang dapat memperlambat atau bahkan menggagalkan upaya perubahan. Dalam dunia kerja modern yang dinamis, kolaborasi antara manajemen proyek dan manajemen perubahan tidak hanya membantu mencapai hasil yang diinginkan tetapi juga memastikan transisi yang lebih mulus bagi semua pihak yang terlibat.
***
Kolaborasi antara manajemen proyek dan manajemen perubahan, sebagaimana diuraikan dalam artikel oleh Murray, et all (2020), membawa pendekatan yang lebih komprehensif dalam menghadapi perubahan organisasi. Manajemen proyek, dengan kerangka teknisnya yang berfokus pada tujuan, batasan waktu, dan sumber daya, memberikan struktur yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek secara efisien. Dalam studi kasus Managed Print Services yang dibahas, pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target yang jelas, merencanakan pengadaan perangkat, dan mengelola proses implementasi di seluruh departemen. Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa proyek ini berjalan selama enam bulan, dengan pemantauan yang ketat terhadap biaya, penggantian perangkat, serta hasil operasional.
Namun, salah satu kelemahan mendasar dari manajemen proyek adalah seringnya diabaikan aspek manusia dalam perubahan. Di sinilah manajemen perubahan memainkan peran kunci. Teori komunikasi dua arah, yang diterapkan melalui "listening tour" dalam studi ini, menjadi alat penting dalam mengurangi resistensi karyawan. Pada dasarnya, resistensi muncul ketika karyawan merasa bahwa perubahan dipaksakan atau bahwa pandangan mereka tidak diperhitungkan. Fakta bahwa lebih dari 30% proyek perubahan organisasi gagal karena resistensi karyawan (Crawford & Nahmias, 2010) menegaskan bahwa keterlibatan emosional dan psikologis karyawan merupakan aspek yang sangat penting.
Model Kotter's 8-Step Process for Leading Change juga digunakan dalam penelitian ini untuk membangun rasa urgensi dan menggerakkan karyawan. Langkah-langkah seperti "menciptakan koalisi" dan "mengomunikasikan visi" terbukti efektif dalam memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan. Dalam kasus ini, meskipun ada resistensi dari beberapa bagian IT karena beban kerja tambahan, komunikasi yang jelas dan konsisten dari manajer proyek berhasil mendapatkan dukungan mereka. Seiring dengan keberhasilan penyelesaian proyek, data menunjukkan bahwa partisipasi karyawan meningkat seiring waktu, dan resistensi terhadap perubahan mulai menurun setelah manfaat dari Managed Print Services mulai terlihat.
Selain itu, pendekatan kolaboratif ini juga mencegah masalah teknis yang sering muncul ketika manajemen proyek bekerja sendiri tanpa memperhatikan sisi manusia. Contohnya, dalam studi ini, masalah teknis terkait printer baru---seperti kesalahan dalam margin cetakan---terdeteksi lebih awal berkat umpan balik langsung dari pengguna akhir, yang sebelumnya dilibatkan melalui komunikasi dua arah. Dengan menggabungkan manajemen proyek yang efisien dengan pendekatan manajemen perubahan yang berfokus pada manusia, perusahaan mampu mengatasi hambatan teknis maupun sosial yang biasa terjadi dalam proyek perubahan skala besar.
Artikel ini menekankan bahwa dengan melibatkan karyawan dalam setiap tahap proses perubahan, organisasi dapat meminimalkan resistensi dan meningkatkan efektivitas implementasi proyek. Data dari penelitian ini mendukung temuan bahwa kombinasi manajemen proyek dan manajemen perubahan dapat mengurangi tingkat kegagalan proyek hingga 23% (Hornstein, 2015), menegaskan bahwa kesuksesan organisasi di masa depan sangat bergantung pada bagaimana kedua pendekatan ini dikelola secara sinergis.
***
Kesimpulan dari artikel Murray, et all (2020) menegaskan bahwa kolaborasi antara manajemen proyek dan manajemen perubahan adalah kunci untuk mencapai perubahan organisasi yang efektif. Dengan menggabungkan pendekatan teknis dari manajemen proyek dan fokus manusia dari manajemen perubahan, organisasi dapat menghadapi tantangan perubahan dengan lebih siap. Komunikasi dua arah dan keterlibatan karyawan menjadi aspek yang sangat penting untuk mengurangi resistensi dan memastikan buy-in yang lebih kuat dari seluruh pihak yang terlibat dalam proyek. Selain itu, manajemen perubahan memberikan landasan psikologis yang dibutuhkan karyawan untuk merasa aman dalam menghadapi perubahan, yang pada akhirnya mendorong keberhasilan implementasi proyek.