Masalah ekonomi adalah masalah muamalah dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa kegiatan ekonomi, keadaan masyarakat tidak akan berkembang, apalagi di era globalisasi seperti ini. Dilihat dari tanah yang didirikan oleh Rasulullah ada non muslim pada saat itu, tetapi mereka merasa nyaman dan tentram dengan dukungan para pemimpin yang diatur dalam Islam. Transparansi pemerintah dalam membuat kebijakan dan pemerataan pendapatan itu perlu. Saat itu, dana zakat merupakan sarana yang efektif untuk mengurangi ketimpangan sosial, kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Pada zaman Rasulullah dan keempat khalifah Islam, penyaluran dana zakat secara transparan dan disalurkan langsung kepada yang membutuhkan dana zakat, dan bagi yang non muslim membayar jizyah (pajak)
Perkembangan ekonomi Islam sangat pesat, hal ini terlihat dari data statistik perbankan syariah tiap bulannya yang dirilis oleh Bank Indonesia dan kajian di bidang perbankan syariah, termasuk faktor-faktor yang memeengaruhi minat menggunakan layanan perbankan syariah. Oleh karena itu, ekonomi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, dari sudut pandang Islam, ekonomi bukanlah tujuan akhir dari kehidupan ini, tetapi pelengkap untuk hidup, sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, dan menjadi penunjang bagi pelayanan aqidah dan misi yang diemban.
Sistem Ekonomi yang seimbang seharusnya menuntun pada manusia untuk berbagi hartanya supaya kekayaan tidak menumpuk dalam segolongan kecil rakyat saja. Hal ini ditimbulkan lantaran kasus besar yang biasanya dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam membangun ekonominya termasuk Indonesia merupakan kesenjangan ekonomi atau ketimpangan pada distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat yang berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah.
Pendistribusian yang tidak adil dan tida merata merupakan penyebab kesenjangan karena akan membuat orang kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin miskin. Oleh karena itu distribusi menjadi pembahasan penting dalam perekonomian. Secara konvensional, distribusi didefinisikan sebagai proses penyimpanan dan pendistribusian produk kepada pelanggan. Definisi tersebut memang memiliki pemahaman yang mengarah pada perilaku ekonomi, namun dapat diambil makna lain bahwa dalam distribusi terdapat sebuah proses alokasi pendapatan dan pengeluaran dari sumber daya yang dimiliki negara.
Dalam ekonomi islam, distribusi mempunyai makna yang lebih luas mencakup pengaturan kepemilikan, unsur-unsur produksi,dan sumber-sumber kekayaan. Dalam pendistribusian harta kekayaan, Al-Quran telah menetapkan langkah-langkah tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan dalam masyarakat.
Salah satu ayat yang berhubungan dengan Distribusi yaitu: QS. Al-Hasyr (59) : 7
"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin serta orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya"
Surat Al-Hasyr ayat 7 tersebut menunjukkan bahwa Islam mengatur distribusi kekayaan memastikan bahwa sumber daya yang tersedia tidak hanya beredar di kalangan orang kaya saja.
Menurut Aprianto dalam tulisannya, kebijakan distribusi dalam islam dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain:
1. Meneliti apakah mekanisme ekonomi sudah berjalan normal. Apabila terdapat penyimpangan, harus segera dihilangkan.
2. Apabila semua mekanisme ekonomi berjalan sempurna, tetapi kesenjangan ekonomi tetap terjadi, maka dapat menempuh cara yang kedua, yakni melalui mekanisme non ekonomi yaitu pemberian harta zakat, infak, sedekah dan wakaf serta pembagian harta waris kepada ahli waris, dan lain-lain.