Lihat ke Halaman Asli

Latin SE

Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)

Alih-Alih Spin-Off BUMN Asuransi, Menjual Portofolio Polis Negara?

Diperbarui: 26 Maret 2023   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Pri

Oleh : Latin, SE                                          Praktisi Asuransi &  KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)


"Program Restrukturisasi Polis Asuransi BUMN, Membawa Bencana Bagi Industri Perasuransian Nasional, Juga Merugikan Kepentingan Konsumen Polis, Pegawai BUMN, Mantan Pegawai  Para Pensiunan, Mitra Kerja BUMN Asuransi,  Dan Merusak Reputasi BUMN, Serta Mengubur Hidup-Hidup Legenda Asuransi Tertua. Ketika Pejabat Negara Dan Mentri Negara Itu Tidak Menjalankan Prinsip Tata Kelola Perusahaan Dengan Kejujuran, Transparansi, Akuntabilitas, Berintegritas, dan Profesionalismenya."

Jakarta - Berdasarkan rilise resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), atas kerugian Negara dan rekomendasi kebutuhan dana permodalan BUMN asuransi bagi perseroan asuransi jiwa tertua. Dimana, atas Perhitungan Kerugian Negara (PKN) Sebesar Rp 16,8 triliun dan kebutuhan modal kerja untuk BUMN asuransi, sebesar Rp 32 triliun. Sementara itu, Pemerintah hanya memberikan PMN sebesar Rp 20 triliun dan itupun tidak diberikan secara langsung terhadap BUMN asuransi, melainkan diberikan pada sektor BUMN lain, yang bukan sektor perasuransian. Gencar dipemberitaan hanya bentuk framing semata yang mengatas namakan untuk kepentingan BUMN asuransi. 

Kucuran dana PMN itu, sesungguhnya sangat diperlukan oleh BUMN asuransi  untuk memenuhi kewajibannya kepada seluruh Nasabah Polis, ada kurang lebih sebanyak 5,3 jutaan jiwa dimana setiap dalam 1 (satu) polis asuransi itu bisa terdapat mengcover 5-6 ahliwaris secara finansial dalam satu Kartu Keluarga (KK). Diketahui sebelumnya, total liabilitas BUMN asuransi pada 31 Desember 2021 tercatat sebesar Rp 59,7 triliun. 

Disamping itu, BPK-RI, juga tidak merekomendasikan penutupan BUMN asuransi, artinya tetap mengaktifkan operasional perusahaan asuransi jiwa  tertua dan jaminan hari tua (JHT), yang sudah beroperasi selama 163 tahun. Menurut BPK-RI, alasan tidak menutup legenda asuransi jiwa tertua milik Negara itu, dikarenakan memiliki rekam jejak sejarah yang panjang bangsa Indonesia, dan akan berdampak sistemik terhadap perekonomian Nasional, apabila BUMN asuransi itu dilikuidasi/dibubarkan.

Jadi, bila dilihat, berdasarkan kerugian yang ada BUMN asuransi itu sebesar Rp 16,8 triliun. Semestinya dengan adanya sitaan dari pada aset-aset terhadap para terdakwa dan sudah mendapatkan vonis hukuman selama seumur hidup, yaitu sitaan aset terdakwa sebesar Rp 18,1 triliun oleh Kejaksaan Agung RI. Bila dibandingkan dengan Kerugian Negara sudah melebihi. Dari sita aset itu saja, secara sederhana seharusnya lebih dari cukup untuk mengatasi kerugiaan yang ada tersebut. Bahkan Negara sudah memperoleh keuntungan besar dari hasil Penegakan Hukum itu sebesar Rp 2 triliun. Hal ini, tentu akan menjadi catatan kita, Ingat hanya dari satu sumber penyitaan aset saja sudah lebih dari cukup, belum memperhitungkan sumber aset yang ada di BUMN asuransi itu.

Sebagai gambaran saja, penulis mencoba untuk mengilustrasikan perhitungan ketersediaan asetnya, bahwa kita hitung diawali dari kucuran PMN sebesar Rp 20 triliun, kemudian Aset BUMN asuransi yang masih ada untuk tahun 2016 sebesar Rp 38 triliun, lalu Fundraising deviden BUMN sebesar Rp 6,7 triliun dan ditambahkan sitaan aset dari terdakwa sebesar Rp 18,1 triliun. Jadi total aset BUMN asuransi diproyeksikan terakumulasi keseluruhan sebesar Rp 82,1 triliun.  Artinya Jika, Pemerintah pada posisi untuk melikuidasi/menutup BUMN asuransi, atau dihentikan operasional bisnisnya pada saat itu, maka perusahaan masih memiliki sisa aset yang sangat besar yaitu sebesar Rp 22,4 triliun setelah terlebih dahulu melunasi seluruh  kewajiban hutang Klaim  terhadap polis asuransi milik semua Nasabahnya sebesar Rp 59,7 triliun. Total liabilitas BUMN asuransi terhadap utang Negara sebesar Rp 59,7 triliun itu adalah bagian daripada dampak negatif dari pembatalan polis asuransi secara sepihak, yang dilakukan oleh Direktur Utama yang juga menjabat sebagai ketua TIM Restrukturisasi. Seharusnya, proses restrukturisasi polis itu tidak perlu untuk membatalkan polis asuransi milik Nasabahnya. 

Dari proyeksi tersebut, Seharusnya BUMN asuransi menjadi lebih sehat keuangannya, lebih kuat struktur permodalannya, terus tetap beroperasi menjalankan amanat perasuransian dan tetap menjaga manfaat kelangsungan polis  untuk menjaga janji masadepan. Dari sisi rasio kesehatan keuangan asuransi, sudah memenuhi standar kesehatannya RBC yang disyaratkan oleh OJK sebesar 120%. Pertanyaannya, kemana sisa aset BUMN asuransi itu?, padahal yang dilakukan bukan pengalihan Portofolio pertanggungan polis asuransi, melainkan sebuah prinsip transaksi dagang penjualan portofolio pertanggungan polis kepada asuransi lain.

Lalu kemana sisa aset-aset BUMN asuransi itu berlabuhnya ?, belum lagi memperhitungkan dari hasil penjualan aset properti milik BUMN asuransi seperti ; ada penjualan Mall Cilandak Town Square (Citos), Penjualan Gedung, Penjualan Rumah Dinas Pegawai, ada 17 kantor wilayah dan 74 Kantor Cabang, Penerbitan MTN, Pinjaman Bank, kemana uangnya itu. Sementara itu, kewajiban Hutang asuransi jatuh tempo, Pembayaran pensiunan, pembayaran klaim meninggal dunia, habis kontrak, dana tahapan belajar pendidikan, dan penebusan polis tidak kunjung dipenuhi untuk disegerakan penyelesaian pembayarannya oleh Direksi yang juga TIm Restrukturisasi .

Lebih lanjut, hasil penyitaan aset itu terhadap para terdakwa BUMN asuransi, kalau tidak digunakan untuk mengembalikan kerugian keuangan Negara atas pengelolaan dana investasi asuransi jiwa dan jaminan hari tua milik rakyat. Lalu selama ini aset-aset dan PMN itu untuk membayar siapa ?, Apa hanya untuk membayar gaji, bonus dan tunjangannya Dewan Direksi dan Komisarisnya saja, yang sudah sangat besar itu. Dimana, bagian dari pada kerugian itu juga didalamnya ada uang milik rakyat, yang termasuk kerugian nasabah polis BUMN dalam kasus pengelolaan dana asuransi.

Disamping itu juga, dengan adanya besaran PMN (Penyertaan Modal Negara), yang digelontorkan itu merupakan dana bailout Uang Negara, sekaligus uangnya rakyat sebesar Rp 20 triliun, seharusnya digunakan dengan benar dan dipertanggungjawabkan pemakaiannya. Dimana, gelotoran dana PMN itu, tentunya akan menambah aset modal BUMN asuransi yang sedang menderita kerugiaan. Hal ini, jika jujur pemberian PMN itu untuk menyelesaikan pembayaran klaim asuransi jiwa milik Negara dan mengembalikan kepercayaan berasuransi dimasyarakat, sekaligus untuk menambah modal kerja BUMN asuransi, yang selama 22 tahun belum pernah diberikan bantuan Askes permodalannya oleh Pemerintah sebagai PSP.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline