Nilai suatu Negara, dalam jangka panjang adalah kumpulan nilai dari individu-individu yang terhimpun di dalamnya. – John Stuart Mill-
Tahun 2014 telah berganti, kemudian berganti menjadi 2015, yaitu merupakan sebuah masa yang akan kita hadapi, masa dimana dimensi ruang dan waktu menjadi berbeda dibanding sebelumnya. Bukan hanya tentang waktu yang berganti, namun isi dari ruang tersebut, baik yang berupa peluang maupun tantangan, untuk setiap individu ataupun kelompok yang ada didalamnya khususnya bagi Negara kita Indonesia.
Sudah 69 Tahun Indonesia dinyatakan merdeka secara penjajahan fisik oleh negeri lain, namun terlepas dari deklarasi sang founding father, sampai sekarang bahkan tujuan murni sebagai Negara yakni menjadi Negara sejahtera, makmur dan adil masih dalam sebuah proses, bahkan itupun kebanyakan menjadi Visi dalam sebuah dinding pemerintahan, tanpa mengakar dan terwujud dalam kehidupan di Negara ini, sungguh sangat sedih namun itulah realita yang terjadi saat ini.
Namun sampai sekarang saya masih optimis, Negara ini akan bisa mencapai kejayaan dan tujuannya. Saya meyakini bahwa setiap manusia lahir dengan tugas kemanusiaannya masing-masing. Setiap kita bisa menghasilkan karya untuk menjadikan kehidupan ini lebih baik, sekaligus menjadikan kesuksekan komunal, yaitu kesuksesan suatu bangsa.
Desa, merupakan sebuah unsur terkecil dalam suatu Negara diatas RT/RW. Dalam suatu desa terdapat individu-individu yang memiliki mimpi dalam mengisi kemerdekaan ini, juga terdapat alam dengan potensi yang terkandung didalamnya, yang bisa kita manfaatkan untuk kemakmuran negeri ini.
Pada tahun 2014 ini, pemerintahan kita memberikan energi baru dalam menjalankan dinamika kenegaraan, yaitu dengan lahirnya Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, dimana dalam undang-undang ini ada harapan untuk menjadikan desa sebagai basis pembangunan kualitas kehidupan. Semula, kewenangan desa menjadi bagian dari politik desentralisasi yakni otonomi daerah, sekarang berubah menjadi asas rekognisi dan subsidiaritas. Desa juga diberi kewenangan lebih luas dalam merencanakan pembangunan desa dan pengelolaan keuangan. Desa akan menjadi basis pembangunan. Dengan limpahan dana yang jauh lebih besar dari sebelumnya dan pengelolaan yang lebih leluasa, desa menjadi wilayah otonomi yang terkait langsung dengan kehidupan warga.
Sejumlah 72.944 desa se-Indonesia, sesuai dengan pasal 72 ayat 2 tentang keuangan desa, alokasi anggaran yang langsung ke desa ditetapkan sebesar 10 persendari dan diluar dana transfer daerah. Dana transfer daerah dari APBN sebesar 59,2 Triliun, ditambah dengan dana sebesar 10 persen dari APBD yaitu sekitar 45,4 triliun, sehingga dapat dikatakan totalnya sejumlah 104,6 Triliun. Jika dibagi ke sejumlah desa yang ada di Indonesia, dengan hitungan kasar didapat angka sekitar Rp. 1,4 Miliar, yang nanti besar kecilnya bergantung pada kondisi desa itu sendiri. Uang sejumlah ini, besarnya merupakan lima kali rata-rata dana yang sekarang ini dikelola oleh desa.
Gelontoran dana yang besar semoga berpengaruh terhadap perubahan wajah desa, terlebih saat menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia ( MEA ) 2015, desa menjadi basis pertahanan utama kekuatan ekonomi sebuah Negara, minimal dua komponen utama dari desa yaitu terkait tenaga kerja dan produktivitasnya bisa bersaing.
Dan semoga saja, dengan dana yang besar ini juga tidak membuat bahaya laten korupsi sampai pula ke tingkat desa, karena bahwasanya uang sering membutakan orang, dimana KPK sampai sekarang masih sibuk dalam dinamika urusan uang tingkat tinggi. Dan juga selama ini dana yang diterima belum pernah menyentuh angka sebesar itu, dan ditakutkan para penerima malah gagap dan bingung dalam mengoptimalkan dana yang ada, dan semoga saja tidak.
Lalu dengan kondisi tersebut, dimana peluang sudah ada, potensi tinggal diberdayakan, serta dukungan berupa uang juga hadir, sekarang saatnya mengeksekusi. Inilah poin yang sulit, karena ini merupakan hal pertama kalinya. Disini kita sebagai mahasiswa khususnya perlulah memahami kondisi ini dengan bijak dan intelektual, dimana kita yang terutama berasal dari desa, sejatinya sebagai putra daerah harapan desa tersebut mampu mengawalnya.
Dimana peran mahasiswa dalam mengawal UU DESA ini, padahal kita kuliah di jarak yang jauh dari desa kita, ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu yang pertama di tempat kita kuliah, pasti ada banyak desa di sekitarnya, nah itulah yang kita kawal, dimana kita sering intens berkomunikasi dengan para pejabat desa terkait, dan memberi masukan sesuai kapabilitas kita dan juga memberi bantuan pemikiran dan aksi yang lain. Lalu yang kedua ialah saat kita liburan semester, ketika pulang ke desa, maka cobalah kamu datang ke kantor desa / kelurahan dan berdiskusi dengan warga desamu, serta bantu pemikiran dan yang paling penting ajak kerjasama karang taruna desa itu, agar ketika kita kembali kuliah ke perantauan, kita sudah meninggalkan Legacy untuk mereka.
Saya berharap semoga apa yang menjadi harapan masyarakat Indonesia untuk sejahtera, bisa terwujud, terlebih dengan adanya dukungan yang mengalir dari pemerintah, dan juga saya berharap para insan mahasiswa dan stakeholder lain mampu bahu-membahu membangun Indonesia yang lebih baik, dan saya tegaskan kembali bahwa kumpulan dari kejayaan desa akan menjadikan kejayaan Indonesia, semoga kita PEDULI.