Manusia diciptakan berbeda-beda, beda kemampuan, beda keadaan, semua serba berbeda dengan setiap keistimewaannya. Namun, seringkali kita tidak menyadari keistimewaan yang ada pada diri kita, karena terlalu sering melihat orang lain sampai lupa mengenali diri sendiri. Ketidaksadaran itulah yg membuat kita lupa siapa kita sebenarnya, siapa orang di sekeliling kita, untuk siapa kita berjuang dan siapa saja yang selama ini berada di balik layar perjalanan.
Hidup di tengah kemajemukan latar belakang masyarakat, telah melahirkan standar sosial yang berhasil membentuk banyak sekali definisi pencapaian dengan standar tidak tertulisnya, yang semakin menggeser definisi keberhasilan dan membuat kita semakin jauh dari diri kita yang sebenarnya. Maka sangat penting untuk mengenali diri sendiri agar tidak hanyut dalam standar tersebut.
"Harus bisa seperti dia, bagaimanapun caranya."
"Belum sukses kalau belum punya mobil seperti dia."
"Belum jadi manusia kalau belum sekolah setinggi dia."
Salah? Belum tentu.
Menjadikan orang lain sebagai tolak ukur kesuksesan sah-sah saja, tapi sekedar untuk motivasi dan jangan sampai lupa diri, bahwa kita tidak sendiri, ada orang lain di sekitar kita yang juga berpengaruh dalam kehidupan kita. Kita terlahir dengan macam-macam keadaan, baik yang menguntungkan maupun yang menjadi tantangan dalam melangkah.
"Tidak jadi kuliah di belanda karena tidak mendapat restu orang tua."
"Tidak jadi memulai bisnis yang beresiko karena ada keadaan yang menyebabkan harus memilih jalur aman."
"Tidak jadi S2 karena tuntutan ekonomi mengharuskan bekerja saja."
Ya, masing-masing dari kita punya perbedaan kondisi.