Lihat ke Halaman Asli

Latifah Nurul Azizah

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Keegoisan Iklan Suatu Produk

Diperbarui: 15 April 2020   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Era sekarang ini sudah tidak asing lagi bahwa iklan menduduki peran penting dalam promosi suatu produk. Iklan digunakan suatu produk untuk mengundang daya tarik konsumen terhadap produk yang diiklankan. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi jika masyarakat pasti melihat iklan hampir disetiap harinya, karena iklan kini sudah tersebar luas dan dapat dengan mudah dijumpai. Jenis-jenis iklan sendiri ada cukup banyak, seperti iklan luar griya, iklan digital, iklan radio, iklan televisi, dan iklan media cetak. 

Tidak jarang juga iklan yang melanggar etika periklanan dan mengganggu kenyamanan masyarakat. Dari sekian banyak media tempat penyebaran iklan yang ada, televisi menjadi salah satu media dari penayangan iklan tersebut. Penayangan iklan di televisi sendiri dilakukan ditengah jam tayang program kurang lebih setiap 15-30 menit sekali. 

Hal tersebut seringkali membuat masyarakat merasa terganggu karena kemunculannya ditengah acara yang sedang ditonton dan durasi waktu yang dapat dinilai tidak sebentar. Disamping itu, tidak semua iklan telah memenuhi aturan penayangan iklan dan tidak sedikit juga iklan yang melanggar etika periklanan. Salah satu hal penting dalam iklan sendiri menggunakan brand image untuk mengundang selera konsumen pada produk.

Dalam (Morissan, 2010: 85-118) brand image juga menjadi faktor penting dalam keputusan pembelian. Hal ini selaras dengan pengertian dari brand image sendiri bahwa brand image adalah serangkaian persepsi konsumen yang hubungan dengan keyakinan terhadap preferensi merek dan mempengaruhi sikap konsumen. 

Maka dari itu, citra dari suatu merek yang positif dapat menunjang keputusan konsumen dalam melakukan pemilihan atau pembelian produk. Keputusan pembelian adalah tahap selanjutnya setelah adanya niat atau keinginan membeli, namun keputusan pembelian tidak sama dengan pembelian yang sebenarnya (Virtazia dan Haryadi, 2019: 235).

Iklan atau advertising dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin yaitu advertere yang berarti mengalihkan perhatian, sehingga advertising dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian khalayak terhadap sesuatu. Maka inti dari periklanan terletak pada bagaimana usaha mengalihkan khalayak agar memperhatikan pada sesuatu yang ingin menjadi tujuan kita (Muktaf, 2015:3). 

Dalam periklanan sendiri etika menduduki peran yang dinilai penting dalam pembuatan iklan, jadi tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari saja yang memerlukan etika dalam beriklan juga tentunya memerlukan etika. Pengertian etika sendiri sebagaimana halnya moralitas, etika berisikan nilai dan norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupannya. 

Ia berkaitan dengan perintah dan larangan langsung yang bersifat konkret. Maka, etika dalam perspektif ini diartikan lebih normatif sehingga lebih mengikat setiap pribadi manusia (Junaedi, 2019:21). Penggunaan etika sendiri dalam periklanan terkadang masih kurang diperhatikan. Permasalahan penggunaan etika yang sering muncul dalam iklan biasanya adalah permasalahan dalam penggunaan bahasa. Seperti contohnya dalam iklan yang ada di televisi diantaranya :

diambil dari youtube dapur umami

Gambar 1. Iklan bumbu instan nasi goreng Sajiku yang menggunakan kata-kata superlatif.

Gambar iklan pertama merupakan iklan bumbu instan nasi goreng Sajiku yang ditayangkan di televisi tanggal 27 Februari 2020 pukul 16:48:43 di salah satu stasiun TV Indonesia GTV yang muncul ditengah program tayang Naruto the Last Hokage. Iklan tersebut tayang selama kurang lebih 30 detik, dalam iklan ini mengklaim bahwa Sajiku merupakan bumbu instan nasi goreng cepat saji yang terbuat dari rempah pilihan dan sudah lengkap bumbu di dalamnya. 

Pada penayangan iklan ini terdapat kata-kata superlatif bahwa sajiku merupakan pilihan No. 1 di detik ke 0:30.  Iklan ini melanggar etika periklanan karena penggunaan kata-kata superlatifnya. Peraturan yang dilanggar EPI, Bab III. A No.1 pasal 1.2.2 dengan bunyi pasal "Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top", atau kata-kata berawalan "ter", dan/atau yang bermakna sama, kecuali disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Padahal untuk bumbu nasi goreng sendiri bukan hanya Sajiku saja yang ada, melainkan ada beberapa merek lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline