Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

When Airport Man Love Camera Girl

Diperbarui: 29 Mei 2020   06:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

When Airport Man Love Camera Girl


Anak laki-laki yang kehilangan tiga sahabatnya dalam serangan terorisme tak ada lagi. Kini, ia tumbuh menjadi pria tampan. Sipit kedua matanya, tinggi postur tubuhnya, tampan wajahnya, dan baik hatinya. Lihatlah, langkah tegapnya menyusuri sepanjang lorong garbarata.

Kian dewasa, makin terlihat kalau Jose Gabriel Calvin mewarisi ketampanan ayahnya, Calvin Wan. Ia menjejakkan kaki di pelataran bandara disambuti lirikan berpasang-pasang mata wanita. Mulai dari sesama penumpang, pramugari yang menebar senyum manis, para penjemput, hingga pegawai maskapai penerbangan berjenis kelamin wanita, teralih perhatiannya gegara mata sipit dan muka oriental. Jose mengabaikan semua tatapan itu. Tak berminat ia menanggapi perhatian berlebih dari makhluk Tuhan yang katanya paling perasa. Hatinya terlanjur direbut seorang gadis. Karena gadis itu pula, Jose lebih memilih mendatangi sebuah co-working space tenimbang pulang ke rumah Ayah Calvin.

"Taksi, Koh?" tawar seorang pria bertubuh gempal dan berseragam biru.

Jose mengangguk. "Ke Collabox, ya."

Tak kurang dari lima menit, taksi biru meluncur meninggalkan bandara. Sepanjang perjalanan Jose habiskan dengan membuka laman blognya di sebuah media jurnalisme warga. Membalasi komentar-komentar pembaca yang masuk ke artikel terbarunya, sebuah artikel tentang prosesi ibadah di era new normal. Tak sempat ia blogwalking atau berkunjung ke artikel blogger lainnya. Alih-alih blogwalking, pria berjas hitam itu malah membuka grup Whatsapp alumni sekolah. Sekolah yang kini dikelolanya. Dulu, sekolah dan yayasan itu milik Ayah Calvin. Pada siapa lagi Ayah Calvin mewariskan selain pada anak semata wayangnya?

Sebuah berita duka menggemparkan grup. Adi, musuh semua anak semasa sekolah dasar, telah tiada. Ingatan Jose melayang ke masa lima belas tahun lalu. Saat itu, Adi sering sekali mengganggu dirinya, Andrio, Livio, dan Hito. Calon ketua kelas yang gagal itu marah sebab dirinya tak terpilih. Kini Adi telah tiada. Pintu maaf Jose terbuka lebar untuknya. Jauh sebelum Adi meninggal, Jose telah berlapang hati memberikan maaf.

Ting

Penanda notifikasi di iPhone-nya berbunyi. Pop up bertuliskan nama Liza berikut foto seorang gadis cantik berkulit putih dan bermata segaris merebut atensinya.

"Masih di pesawat? Cepat ke sini, ya. Pamerannya udah mulai. See you."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline