Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

[Papa dan Ayah Special Part] Takdir Pedih Dua Ayah Kembar

Diperbarui: 11 Mei 2020   06:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Takdir Pedih Dua Ayah Kembar


-Fragmen si kembar

Seminggu menjelang hari raya, Adica biasa membawa Silvi ke suatu tempat. Tempat itu jauh dari hingar-bingar kemewahan. Letaknya empat puluh kilometer dari rumah mereka. Calvin tak pernah ikut. Sebagian besar waktunya habis untuk sakit.

"Ayah nggak ikut lagi?" tanya Silvi ketus.

Adica menggeleng. Mengisyaratkan Silvi untuk melanjutkan mengemasi keranjang santunan.

"Ayah memang payah. Sakit-sakitan terus sih,"

Dari balik kaca partisi one way, Calvin memperhatikan kesibukan adik kembar dan putrinya. Lantai marmer ruang tamu dipenuhi keranjang rotan. Isinya amplop tebal penuh uang, kue kering, buah-buahan, biskuit, mainan, baju baru, dan buku bacaan. Ia tersenyum tipis saat memandangi kunciran ponytsil Silvi yang bergerak-gerak lucu. Dialah yang mengikat rambut Silvi tadi pagi.

"Sudah, jangan cerewet. Lanjutkan berkemas. Dan Ayahmu tidak payah," tegur Adica.

Silvi mendongak. Bungkusan besar permen tergenggam di tangan.

"Ayah nggak berguna. Ajak Silvi jalan-jalan keluar aja nggak bisa. Ke kantor nggak pernah, ikut ibadah kayak kita nggak pernah, temenin kita bersepeda dan naik gunung nggak pernah. Kita nggak makan dari Subuh sampai Maghrib, Ayah tetap makan tuh. Ayah nggak berguna!" Silvi memaki-maki. Menumpahkan kesebalannya pada sang ayah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline