Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Layangan Putus, Pembodohan, dan Diskriminasi Gender

Diperbarui: 6 November 2019   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Sudah dengar kisah ini?


Pertama kali Young Lady membaca frasa 'Layangan Putus' dari beranda Facebook yang terus diramaikan dengan topik ini. Semula, Young Lady kira Layangan Putus merupakan cerita anak yang sedang viral. Mengecewakan, ternyata bukan. Alih-alih cerita anak yang berkaitan dengan permainan layangan, Young Lady cantik malah disuguhi kisah basi dan cheessy.

Layangan Putus merupakan kisah yang diunggah sebuah akun Facebook bernama Mommi ASF. Tak jelas siapa sosok itu sebenarnya. Layangan Putus berkisah tentang seorang ibu empat anak yang ditinggal kabur oleh suaminya. Sang suami menikah lagi dan menelantarkan keempat anaknya. Entah cerita ini fiktif atau nyata, yang jelas selebgram berinisial LD dan owner Ammar TV dikaitkan dengan cerita Layangan Putus.

Kalau Kompasianer tanya penilaian Young Lady, tentunya Young Lady akan menjawab: basi, unfaedah, not inspiring, basi, pembodohan, dan mendiskriminasi perempuan. Cerita seperti ini berbahaya karena dapat meracuni pikiran pembacanya. Bagaimana tidak? Laki-laki bebas berkeliaran, menghilang selama berhari-hari, menyakiti perempuan, dan menelantarkan anak. Seakan suatu bukti bahwa laki-laki adalah si superior yang bisanya menyakiti perempuan, dan perempuan adalah makhluk inferior yang pasrah saja saat lelakinya mendua. Bukankah cerita ini bodoh sekali?

Menurut Young Lady cantik, terdapat kejanggalan dalam kisah Layangan Putus. Pertama, suasana cerita sangat tidak cocok bila latarnya terjadi di Bali. Di part 1, ada adegan ketiga putra Mommi ASF pergi ke masjid untuk mengaji Alquran, kumandang azan dari mushala, dan hadiah permen dari ustadzah. Helloooo, ini Bali. Provinsi dengan Muslim sebagai minoritas.

Suara azan, masjid, mushala, dan ustadzah tak semudah kalau kita mencarinya di Bandung atau Jakarta. Selama Young Lady di Bali, tak pernah terdengar namanya azan Maghrib berkumandang keras-keras seperti di Bandung. Kedua, bila si Mommi ini kesulitan secara finansial, kenapa masih punya pembantu dan masih punya mobil?

Dalam part 1, dikisahkan Mommi ASF mendapat surat ancaman pemutusan aliran listrik dari PLN dan ia resah memikirkan SPP anaknya yang belum dibayar. Tapi, kenapa ia masih bisa menjemput anaknya dengan mobil dan memiliki asisten rumah tangga? Logikanya, mudah saja ia menyelesaikan masalah listrik dan SPP bila Mommi ASF benar-benar terjerat masalah ekonomi. Jual saja mobilnya, lalu berhentikan asisten rumah tangganya. Gampang, kan? Ketiga, Mommi ASF mengaku lulusan Pendidikan Kedokteran Hewan dari Universitas Udayana.

Namun, mengapa ia tidak bekerja sebagai dokter hewan? Mengapa ia masih mengalami kesulitan ekonomi pasca bercerai dari mantan suaminya? Tak sulit baginya untuk menghidupi keempat anaknya bila ia berpraktik sebagai dokter hewan. Bodoh dan tidak wajar bila ilmu kedokteran yang dipelajari tidak digunakan untuk berkarier. Kemana saja si ASF selama ini? Keempat, mantan suaminya tidur di kamar terpisah sejak kelahiran anak kedua. Alasannya, ingin ketenangan dan tak suka suara tangis bayi.

What? Ayah macam apa yang tak suka mendengar suara tangis bayinya? Jelas ia bukan ayah yang baik. Dan makin terbukti setelah ia menelantarkan anak-anaknya. Kelima, suaminya pemilik channel dakwah dan menjaga pandangan pada wanita yang bukan mahramnya. Namun, kenapa pria bodoh itu akhirnya kabur dengan istri muda? Bukankah inkonsisten? Siapa pun yang kenal laki-laki ini, jangan percaya setiap perkataannya. Ia menjilat ludahnya sendiri.

Semoga para perempuan penikmat cerita ini tidak mau dibodohi. Inilah kelemahan sebagian besar perempuan: baperan dan mudah terbawa emosi. Mereka mau saja dicekoki cerita yang menjual derita kaumnya. Baik pembaca, penulis, penikmat, dan penyebar cerita Layangan Putus sama-sama salah. Penulis bersalah karena mengunggah konten yang menjual diskriminasi perempuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline