Candle Light Dinner
"Hmmmm...main handphone saja dibatasi. Ok, fine." kata Calvin, melempar pandang kecewa ke arah CCTV.
Jose tertawa tertahan. Dia sudah terbiasa dengan aturan itu. Jam aktif gawai pasien hanya berlaku sampai pukul sembilan malam. Berani melanggar, suster siap menegur. CCTV terpasang di kamar rawat. Tim medis dapat mengawasi pasien dengan mudah.
"Nggak apa-apa...sesekali nggak usah one day one article." hibur Sivia.
Calvin gelisah. Ia jarang sekali absen menulis artikel. Terlebih sejak punya website sendiri. Sebuah website yang khusus meng-update IHSG dari hari ke hari.
Dicobanya berpikir positif. Sivia benar. Anggap saja ini waktunya mencharge otak dan pikiran. Setelah keluar dari rumah sakit, ia bisa menulis lagi.
Berhari-hari dirawat di rumah sakit membuatnya bosan. Jose, Sivia, Alea, Adica, Rossie, Reinhard, Rinjani, Revan, Abi Assegaf, dan Ummi Adeline bergantian menjenguknya. Di antara mereka, hanya Jose, Alea, dan Sivia yang paling intens menemani. Malam ini Alea tidak bisa menemani di rumah sakit karena harus menjaga Arini.
Dalam hati Calvin salut pada Jose dan Alea. Mereka melupakan perseteruan demi menyesuaikan diri dengan situasi. Keduanya pun mampu berbagi tugas antara menunggui Calvin di rumah sakit dan mengurus Arini. Tak ada yang kekurangan perhatian. Tak ada yang merasa ditinggal sendirian.
Interkom rumah sakit berbunyi. Peringatan untuk penjenguk yang tidak memiliki kartu izin menginap di rumah sakit. Siapa pun yang tidak memiliki izin menginap di rumah sakit harus segera pergi. Pintu rumah sakit akan ditutup.
"Kalian sudah izin, kan?" tanya Calvin cemas.
Sivia dan Jose mengangguk. Calvin menghela napas berat. Menyentuh selang di tangan dan hidungnya dengan masygul.