Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Pengalaman Menjadi Editor, Belajar Sabar dan Disiplin

Diperbarui: 12 Agustus 2019   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Dua tahun lalu, seorang rekan Kompasianer mengirimkan naskah novelet karyanya pada Young Lady. Novelet itu Young Lady tuntaskan dalam semalam. Karena Young Lady suka, naskah itu pun tersimpan di notebook hingga kini.

Baru-baru ini, Young Lady menemukan pengumuman event menulis novelet dari sebuah penerbit. Mereka meminta novelet bergenre romance. Boleh juga di-mix dengan genre lain, misalnya romance-religi, romance-comedy, romance-mystery, dll. Wow, interesting. Langsung saja Young Lady share info event itu di sosial media, lengkap dengan tag pada beberapa rekan Kompasianer.

Saat itulah Young Lady teringat naskah novelet yang teronggok di folder. Kenapa tidak diikutkan saja? Menurut Young Lady, naskah itu potensial. Tanpa membuang waktu lagi, Young Lady menawarkan peluang tersebut pada Kompasianer yang bersangkutan. Responnya positif.

Jangan setengah-setengah dalam menolong. Itulah prinsip Young Lady. Young Lady cantik pun menawarkan bantuan untuk memoles naskah sebelum dikirimkan ke penerbit. Feeling Young Lady mengatakan, naskah itu harus tetap dipercantik walaupun potensial. 

Di luar dugaan, rekan Kompasianer mau dibantu. Sesaat Young Lady kaget sendiri dengan apa yang telah dilakukan diri ini. Sok banget ya, pikir Young Lady geli. Belum pernah editing, bukan editor profesional, tapi malah menawarkan diri membantu memoles naskah orang lain.

Editing dimulai keesokan harinya. Young Lady memeriksa naskah halaman per halaman. Firasat Young Lady benar. Naskah potensial ini memang perlu dipoles. Young Lady jadi makin paham pentingnya menyunting naskah. Padahal biasanya Young Lady paling malas mengerjakan revisi.

Kesabaran sangat diperlukan selama editing. Sabar menghadapi penulis, sabar menghadapi perbedaan pendapat terkait bagian yang perlu direvisi, dan sabar menjalani proses editing. 

Jika tidak memupuk kesabaran, akan timbul rasa bosan saat memoles naskah setebal puluhan halaman. Bila tak tertanam kesabaran di hati, tidakkah kita kasihan pada penulis yang tengah kita arahkan langkahnya?

Proses editing berlangsung selama dua hari. Young Lady bersyukur bisa bekerjasama dengan rekan penulis yang rajin. So, tidak perlu banyak mem-push dirinya untuk membereskan revisi. Bayangkan jika Young Lady bertemu penulis yang malas. Kapan mau beres? Sementara deadline di depan mata.

Detail dan disiplin, dua hal lainnya yang sangat dibutuhkan dalam proses editing naskah. Pagi-pagi sekali, Young Lady sudah mulai mengedit naskah dan membuat catatan apa-apa yang harus direvisi. Proses editing terus berjalan hingga selesai. 

Hanya terpotong rutinitas ibadah di waktu siang. Young Lady, yang dulunya malas memeriksa detail kecil-kecil di dalam naskah, kini jadi cerewet soal itu. Panggilan jiwa untuk membantu orang lain ternyata memaksa Young Lady untuk tidak malas memperhatikan printilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline