Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Vihara Memeluk Tasbih

Diperbarui: 19 Mei 2019   06:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Borobudur (Pixabay)

Vihara Memeluk Tasbih

Dunia membiarkan Jose bersedih sendirian. Langit, awan, mentari, angin, bunga-bunga di taman, air bening kebiruan di kolam renang, rumput manila, dan rumah megah berlantai tiga itu, semuanya seakan berkonspirasi meninggalkan Jose. Anak itu terdampar di sudut sepi.


Kehilangan Ayah Calvin bagai kehilangan matahari. Minggu pagi, Jose merasakannya lagi. Ditinggal-tinggal Ayah Calvin memadamkan secercah cahaya di dalam hati.

"Aku tidak mau ditinggal-tinggal...tdak mau." erang Jose pilu.

Ini hari apa sih? Resah, diperiksanya kalender. Tanda merah melingkari angka 19 di bulan Mei. Di bawahnya, tertera keterangan: Hari Raya Waisak.

Jose terduduk lemas di lantai marmer. Waisak, tentu saja. Bagaimana dia bisa lupa?

Ayah Calvin selalu meninggalkannya di hari itu. Mana bisa Jose bertemu Ayahnya sepanjang hari peringatan tiga peristiwa sakral itu? Jose takkan ditemani Ayahnya. Ia juga tak bisa memeluk sang ayah. Ayahnya tidak akan sempat membacakannya buku.

Jose berusaha mengerti. Tapi, mengapa rasanya sesakit ini? Luka berdenyut perih di hatinya.

Sebuah kesedihan besar ia rasakan saat ditinggal-tinggal Ayah Calvin. Sedih itu tak terungkap dalam kata. Mengapa Ayah Calvin pergi meninggalkannya tiap kali Trisuci Waisak tiba? Mengapa Ayah Calvin meninggalkannya sendirian?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline