-Semesta Calvin-
Hidup penuh keterbatasan, Calvin tak berharap lebih saat merayakan Imlek. Bisa dibilang, tidak ada yang istimewa. Sewaktu Mamanya masih hidup, mereka hanya menghabiskan sepotong kue keranjang dibagi dua untuk menyambut pergantian tahun Lunar. Ya, hanya itu. Tak heran Calvin sedikit kaget ketika Abi Assegaf memintanya menginap di malam Imlek.
"Menginaplah, Calvin. Saya sudah siapkan sesuatu untukmu." pinta Abi Assegaf di batas senja.
Hati Calvin meragu. Benarkah? Ini bukan dampak kemunduran fisik, kan? Abi Assegaf mengalami kemunduran fisik setengah tahun lalu. Daya penglihatannya menurun drastis. Rambutnya telah hilang. Ada masalah serius pada jantungnya.
"Yups definitely. Kamu bisa melewatkan Imlek bersama saya."
Keraguan itu bertransformasi menjadi kehangatan. Abi Assegaf merangkulnya ke lantai atas. Calvin dibawa ke kamar utama. Kamar itu bersebelahan dengan master suite yang ditempati Abi Assegaf.
Dekorasi merah memanjakan pandangan mata. Sehelai piyama baru tersampir di tempat tidur. Piyama itu berwarna gelap. Kata Abi Assegaf, itu untuk Calvin.
"Maaf, Abi." Calvin berkata, lembut dan hati-hati.
"Kata Mama saya, saat Imlek tidak boleh memakai baju hitam."
Abi Assegaf menepuk dahinya. "Maaf...oh iya, Adeline juga pernah berkata begitu."
Kening Calvin berkerut. Abi Assegaf menjelaskan. Ternyata Adeline mantan istri Abi Assegaf. Wanita berdarah Tionghoa-Jerman. Pemeluk Katolik taat, namun masih memegang kuat tradisi leluhur.