Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

[Langit Seputih Mutiara] Wanita Berhati Putih

Diperbarui: 29 Januari 2019   05:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Hujan yang mengguyur deras sore itu tak menyurutkan semangat mereka. Keempat anggota keluarga Assegaf tiba di studio tepat pukul setengah enam. On time, kesan pertama yang sangat baik.

Produser senior menyambut hangat mereka di lobi. Siapa bilang ini hanya acara untuk Arlita? Tidak, ketiga anggota keluarga lainnya pun menjadi sorotan. Keluarga Assegaf dikenal sebagai keluarga baik, terpandang, religius, dan inspiratif.

"Inspiratif katamu?" Tuan Effendi melempar remote TV ke meja.

"Papa tidak mau menonton program itu!"

Setelah melontarkan kata penolakan, Tuan Effendi bergegas pergi. Dibantingnya pintu keluarga hingga menutup. Calvin menatap masygul punggung Papanya. Ia menyesal, menyesali perubahan drastis sang Papa. Ya, Allah, jangan kikis rasa cinta dengan kebencian.

Benci? Tidak juga. Adica tidak membenci publisitas dalam keluarga. Sejak dulu, waktu masih jadi anak Michael Wirawan, publikasi keluarga bukan hal baru. Produser senior membawa mereka ke backstage. Touch up sejenak, natural saja. Tanpa riasan pun, keluarga Assegaf tetaplah tampan dan cantik.

Setelah touch up, mereka brieffing. Kesibukan mulai terdengar di barisan bangku audience. Nampak seorang kru mengarahkan audience. Audience diminta mematikan gadget, bertepuk tangan paling keras, dan mengikuti acara dengan penuh semangat.

"Ok, on position. Lima...empat...tiga...dua...satu. Camera rolling...action!"

Lagu pembuka jingle talk show inspiratif itu mengalun merdu. Host berjalan masuk ke panggung, diikuti Abi Assegaf dan Arlita. Adica dan Syifa berjalan bertautan tangan, terpisah dari host dan orang tua mereka. Ratusan pasang mata tertuju pada mereka. Mengagumi kewibawaan Abi Assegaf, keanggunan Arlita, ketampanan Adica, dan kecantikan Syifa.

Sampai di tengah panggung besar itu, Adica memulai permainan biolanya. Sebuah lagu ia bawakan sepenuh jiwa. Satu-dua kli ia tatap Abi Assegaf, Syifa, dan Arlita dengan penuh cinta. Tentu eye contact dengan audience tak terlupakan.

"Effendi, lupakan sejenak konflikmu dengan Pak Assegaf. Lihat pesona anak kita." Nyonya Rose lembut membujuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline