Bagi Syifa, menggunakan kekuasaan orang tua adalah tindakan bodoh. Teman-temannya sering kali paham. Dengarlah kata mereka siang ini.
"Hmmmm, pasti kamu udah dapat tempat magang ya."
Mendengar itu, si putri kampus mengangkat alis. Ia sama sekali belum memikirkannya. Menyelesaikan artikel ilmiah untuk dipublikasikan di jurnal nasional masih jadi list prioritas.
"Belum tuh. Aku masih sibuk sama jurnal. Kenapa memangnya?"
"Yah, kamu sih enak. Bisa magang di Refrain, atau di kantor-kantor Abimu yang lain."
Syifa memajukan bibirnya. Ekspresi tak senang melintasi wajah. Nepotisme, ia benci itu.
"Aku duluan. Udahlah, nggak usah bahas magang. Bye."
Dengan mood hancur, gadis cantik itu meraih tas Pradanya. Melenggang anggun keluar kelas. Seorang pemuda bertubuh pendek-gemuk mengejarnya. Menjejalinya pertanyaan soal tempat magang. Syifa menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir si pemuda. Menolak keras saat pemuda itu meminta kelonggaran dari koneksi orang dalam.
"Ayolah, Syifa. Please...please...please. Aku belum punya tempat magang."
"Nggak! Pokoknya aku nggak mau! Cari sendiri sana!" tolak Syifa habis sabar.
Si pemuda terus saja memohon. Putri tunggal Abi Assegaf itu jengah. Dikibaskannya lengan, mengusir teman lelakinya. Dia paling benci jika disuruh memanfaatkan kekuasaan dan kekayan ayahnya.