Dua minggu sesudah Natal, Arlita kembali ke Refrain. Wanita jelita belahan jiwa Assegaf itu sudah siap bersiaran lagi. Ia tak kembali dengan tangan kosong.
"Pagi, Arlita." sapa seisi studio kompak.
Senyum manis Arlita merekah. Beberapa pasang mata menatapnya penuh kehangatan. Menaksir penampilannya seperti biasa. Di hari pertamanya pasca cuti panjang, Arlita hadir mengenakan gaun hitam berpotongan bahu sabrina. Pakaian berpotongan sabrina membuat wanita yang memakainya terlihat dewasa sekaligus imut.
Diam-diam Arlita mengedarkan pandang ke sekelilingnya. Mencari sosok yang ia rindu. Sosok yang selalu ia sebut namanya dalam doa Novena. Dimanakah dia?
"Cari Assegaf? Dia tak ada di sini."
Deddy bangkit, melangkah ke sisi Arlita. Wanita berdarah Jerman itu melipat kening.
"Sudahlah, nanti juga ketemu kok. Kamu bawa apa?" tunjuk Deddy ke arah dua kantong kertas besar di kedua tangan Arlita.
Sebagai jawaban, Arlita membukanya. Paper bag pertama berisi tiga kotak kue. Satu kotak kue berisi red velvet, kotak lainnya pai buah, dan kotak terakhir chocolate cake. Sementara itu, paper bag kedua berisi sekotak besar blackforest.
"Wow, thanks Arlita! Kamu baik banget deh! Cantik lagi...!" Orang-orang di studio mulai bertingkah, sok memberi pujian.
Mereka senang mendapat makanan lezat pagi ini. Menggerakkan gairah untuk sarapan kedua. Arlita hanya menyerahkan paper bag pertama. Paper bag kedua masih tergenggam di tangan. Alis-alis terangkat, pandangan penuh tanya dilemparkan.
"Kok blackforestnya nggak kamu taruh di sini? Bukan buat kita ya?" tebak mereka kecewa.