Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Memarahi Anak di Depan Umum, Pantaskah?

Diperbarui: 12 Agustus 2018   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekitar dua minggu lalu, Young Lady menjumpai pemandangan tidak indah. Seorang perempuan memarahi anak gadis di jalan depan rumahnya. Suaranya terdengar begitu keras. Nampaknya perempuan dan gadis yang dimarahinya itu ibu dan anak.

Begitu kerasnya suara perempuan itu sampai-sampai Young Lady tahu pokok masalahnya. Ternyata si perempuan memarahi anaknya karena persoalan biaya kuliah. Ternyata anak gadisnya disalahkan karena masuk perguruan tinggi lewat jalur mandiri. As we know, seleksi mandiri itu mahal. Anak gadis itu dianggap terlalu memaksakan, padahal orang tuanya tak mampu membayar biaya kuliah yang ditetapkan.

Perhatian orang-orang teralih. Seketika mereka menatap perempuan dan anak gadis itu. Suara sang ibu mengundang rasa ingin tahu orang-orang di sekelilingnya.

Sementara itu, Young Lady shock. Rasanya hati ini berteriak tak rela. Young Lady cantik tidak bisa melihat perempuan diperlakukan kasar, baik oleh lelaki maupun perempuan. Wanita

Tidak dilahirkan untuk dikasari. Kedudukan wanita sangat mulia. Mereka berhak mendapatkan kelembutan, bukannya kekasaran. Tak sepantasnya wanita disakiti.

Seperti lagunya Calvin Jeremy, Young Lady takkan rela. Tiap kali melihat perlakuan kasar atau diperlakukan kasar, hal itu selalu membekas dalam hati.

Sulit sekali bagi Young Lady untuk melupakannya. So, Young Lady selalu takut dan benci bila menerima perlakuan kasar. Celakanya, Young Lady cantik sering menerimanya. Perlakuan kasar yang sangat menyakitkan Young Lady diterima dari lelaki biadab, selibat, dan tinggal di lingkungan rohani yang kental. Sampai kapan pun, Young Lady takkan melupakan pengusiran kasar oleh lelaki tak bertanggung jawab yang hidup dengan pembimbing rohaninya itu.

Back to focus. Menyaksikan kejadian pahit itu, Young Lady menarik dua poin. Ibu itu telah melakukan dua kesalahan. Pertama, mengungkit masalah finansial. Masalah satu itu tergolong sensitif. Kedua, memarahi anak di depan umum.

Hmmm Young Lady tak habis pikir. Mengapa masalah biaya kuliah harus dipertengkarkan? Kalau tak mampu ikut seleksi mandiri, mengapa harus memaksakan? Young Lady memang belum pernah terjebak dalam situasi seperti itu. "Calvin Wan" pernah menasihati Young Lady cantik: jangan hidup di menara gading. Mungkin nasihat semacam itu berguna untuk menilai kasus di atas.

Di satu sisi, bisa saja ada anak-anak yang beruntung dan tak perlu merisaukan biaya kuliah. Kalau tak diterima SNMPTN/SBMPTN, ikut seleksi mandiri saja biar bisa masuk perguruan tinggi negeri. Soal biaya mahal, tak apa. Selama mampu dan ada uang, apa yang perlu dikhawatirkan? Jika masih gagal juga di seleksi mandiri, cari saja perguruan tinggi swasta. Kalau perlu, buat plan B di universitas swasta untuk berjaga-jaga.

Namun, di sisi lain, ada anak-anak yang tak seberuntung itu. Jangankan untuk biaya kuliah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah membingungkan. Anak-anak dari golongan ini harus memutar otak agar bisa mendapatkan kursi di universitas tanpa perlu membebani keluarga. Di samping itu, keluarga pun merasa tak mampu atau terbebani dengan persoalan biaya kuliah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline