Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Angpau Lebaran Anak, Budaya Materialistis, dan Komersialisasi

Diperbarui: 11 Juni 2018   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Lebaran sebentar lagi. Begitu kata Afgan, Andien, dan Giring Nidji dalam lagu mereka. Ya, benar. Lebaran tinggal empat hari lagi. Tak terasa ya. Dan bulan Ramadan akan segera berakhir...hmmmm sedih. Kalau Young Lady sih sedih.

Makin dekatnya hari Lebaran, makin banyak yang harus disiapkan. Ada saja ini-itu yang disiapkan jelang hari kemenangan. Salah satunya, menukar uang agar bisa memberikan uang untuk anak-anak di hari raya.

Nah, ini. Fenomena yang menarik untuk dikupas dengan cantik.

Ayo, jawab dulu para Kompasianers. Kalian yang sudah jadi ayah, ibu, Auntie, Uncle, yang punya anak or keponakan, apakah kalian memberikan uang untuk anak/keponakan di hari Lebaran? Kalau tidak, bagus. Kalau iya, coba pertimbangkan lagi untuk memberikannya Lebaran tahun ini.

Sebenarnya, baikkah memberikan uang pada anak di hari Lebaran? Ataukah ini pilihan yang buruk? Sebelum kita menilai baik atau buruk, perhatikan dulu hal-hal ini.

  1. Uang di hari Lebaran mengajarkan anak budaya komersial dan materialistis

Eits, bukan maksudnya menggeneralisir ya. Tapi ini benar-benar terjadi. Waktu itu, Young Lady masih kecil. Young Lady cantik punya sepupu yang terpaut usia 2 tahun. Ibunya, yang berarti Auntienya Young Lady, maaf...bisa dibilang agak matre. Sudah sering terbukti beberapa kali, dari caranya mendekati ipar-iparnya yang kaya. Celakanya, sifat materialistis itu ia turunkan pada sepupu Young Lady sejak masih anak-anak. Ketika tiba Eid Mubarak, ia ajak sepupu Young Lady bersilaturahmi dari rumah ke rumah, lalu akhirnya berkumpul di rumah induk keluarga besar. Setelah bermaafan, si Auntie berkata,

"Fitrahnya mana? Uang merah dan birunya mana?"

Jelas saja anggota keluarga yang lebih dewasa dan sudah berpenghasilan jadi tidak enak. Lebih-lebih sepupu Young Lady itu mengulurkan tangannya. Ia tidak menurunkan tangan sebelum mendapat uang. Padahal ia masih kecil.

Kejadian tersebut terus berulang. Sepupu Young Lady jadi tidak mau bersilaturahmi kalau tidak ada angpau Lebarannya. Wow wow wow, sejak kapan anak-anak yang polos dan innocent menjadi komersial? Kesucian nilai hari raya Eid Mubarak harus ternoda oleh budaya materialistis dan komersial. Haruskah nilai silaturahmi dihitung dengan uang? No way.

Jika membiasakan anak diberi uang saat Lebaran, yang ditakutkan mereka bisa menjadi materialistis. Anak hanya mengukur nilai silaturahmi sebatas nominal uang saja. Tak ada uang, tak mau silaturahmi. Tak sepantasnya anak yang masih kecil sudah diperkenalkan budaya materialistis macam itu.

  1. Motivasi yang salah

"Nanti kalau puasamu full, Ibu kasih uang pas Lebaran."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline