Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Mitos: Ramadan Bulannya Orang Kaya, Faktanya?

Diperbarui: 2 Juni 2018   03:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Tak terasa, bulan suci sudah memasuki hari ke17. Cepat sekali waktu berlalu. Serasa baru kemarin dimulai. Sebentar lagi harus say good bye dengan bulan kesembilan di kalender Hijriyah ini. Hmmm Young Lady jadi sedih.

Selama 17 hari Ramadan, pastinya banyak mitos dan fakta yang berkelebatan. Belum tentu semua mitos benar jadi fakta, kan? Belum tentu juga fakta jadi mitos.

Nah, coba perhatikan satu saja statement ini: Ramadan bulannya orang kaya. Menurut Kompasianers, itu mitos atau fakta? Persepsi tiap orang berbeda-beda.

Buat Young Lady cantik, Ramadan bagaikan pisau bermata dua. Atau kalau mau sedikit lebih aneh, Ramadan seperti dua kutub magnet yang berlawanan. Berlawanan, kalau dilihatnya dari sudut pandang berbeda.

Ok fine, sekilas bulan suci kelihatannya hanya untuk orang kaya. Bagaimana tidak, harga-harga kebutuhan pokok pasti melambung jelang Ramadan dan Ied Mubarak. Naiknya harga barang takkan berdampak begitu besar bagi mereka yang berpenghasilan lebih, kaum middle, sampai high class setara jet set atau eksmud. Namun bagi mereka yang tidak mampu, ini jadi masalah. Tak semua barang kebutuhan selama Ramadan terbeli.

As we know, Ramadan istimewa dibandingkan bulan lainnya. Rasanya semua harus istimewa di bulan satu ini. Bukan hanya ibadahnya, tetapi juga sajian di meja makannya, outfitnya, dan gaya hidupnya. Oh iya, jelas. Gaya hidup berubah saat Ramadan datang. Pola makannya saja berubah. Gaya hidupnya juga ada yang ikut berubah.

Salah satu perubahan gaya yang menonjol saat Ramadan adalah tradisi bukber. Di bulan-bulan lain tidak ada acara buka puasa bersama. Satu sisi bukber menjadi acara yang menyenangkan, hangat, dan penuh kebersamaan. Di lain sisi, momen ini hanya ajang pamer dan pemaksaan diri. Orang yang menjadi budak gengsi akan merelakan budgetnya untuk memuaskan gengsi saat bukber.

Kalau boleh dikatakan, tradisi bukber ini cukup menyita waktu dan anggaran selama Ramadan. Kesempatan untuk bukber, ya biasanya hanya dimiliki untuk orang kaya. Paling tidak kaum middle dan high class, seperti kata Kompasianer Giri Lumakto untuk mengistilahkan kedua golongan ini.

Bagaimana dengan kaum menengah ke bawah, miskin, dan jelata? Sedikit sekali yang bisa merasakan manisnya tradisi bukber di bulan Ramadan. Kecuali ada orang kaya berbaik hati membawa mereka dalam kenikmatan itu. Hanya orang kaya yang bisa membantu orang miskin merasakan nikmatnya berbuka puasa dengan menu yang layak di bulan suci. Caranya dengan sedekah.

Nah, sedekah. Kita berpindah ke poin selanjutnya. Di bulan Ramadan, orang berlomba-lomba dalam kebaikan. Semua yang mereka lakukan diniatkan untuk ibadah. Sampai-sampai muncul praanggapan kalau tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Kalau yang ini, Young Lady tidak setuju.

Back to focus. Sedekah di bulan Ramadan sangat mulia. Apa lagi kalau dilakukan setiap hari. Kebanyakan orang menginterpretasikan, sedekah hanya bisa dilakukan orang kaya. Sebab merekalah yang memiliki uang lebih untuk disedekahkan. Tak selamanya sedekah berbentuk materi. Ada juga sedekah non-materi, kan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline