Sejak akhir tahun lalu, Calvin sakit. Bukan lantaran disakiti istri cantiknya, Corry Diorina Tendean. Wanita sophisticated itu tak pernah menyakitinya selama 20 tahun pernikahan mereka.
Calvin sakit karena takdir Allah. Leukemia mengisap habis daya tahan tubuhnya. Rumah sakit seakan jadi rumah kedua. Setelah sakit, Calvin berusaha keras mengakrabi jarum suntik, obat-obatan sitostatika, selang oksigen, dan ranjang putih. Menakutkan, namun ia jalani dengan tegar.
"Maaf aku tak bisa menemanimu berpuasa tahun ini, Corry." ujar Calvin menyesal di sepertiga malam itu.
Corry tersenyum lembut. Pelan menyesap air putih di gelasnya.
"Tidak apa-apa, Calvin. Pikirkan saja kesembuhanmu. Teruslah berdoa dan tetap jalani pengobatan. Nanti mau kutemani ke vihara?"
Unik juga pernikahan mereka. Bukan soal beda etnis saja. Melainkan beda keyakinan. Tuhan hanya satu, namun beda cara sembahyangnya. Corry menyandarkan keyakinannya ke pilar masjid, Calvin meletakkan kepercayaannya pada rupang Buddha.
"Memangnya kamu free hari ini?" tanya Calvin.
"Iya. Kan aku sengaja mengosongkan jadwalku selama Ramadan."
Calvin mengangguk paham. Lembut membelai tangan istrinya.
Usai sahur dan shalat Subuh, Corry menepati janjinya. Ia menemani Calvin ke vihara. Rutinitas yang sangat biasa. Di pagi hari kelima belas Ramadan ini, Corry keluar rumah mengenakan dress Turki berbahan brokat berwarna gold. Penampilannya anggun, glamor, dan cantik. Dress Turki menjadi outfit favorit mantan model berdarah Minahasa-Turki itu selama Ramadan. Outfit yang mencerminkan keanggunan dan kemewahan.
"You look pretty, Dear." puji Calvin di dalam mobil. Tak puas menatapi kecantikan istrinya.