Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Fiksi Selangkangan, Fiksi Religius, dan Pernikahan Tanpa Seks

Diperbarui: 8 Mei 2018   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (pixabay)

Ayo ayo, siapa yang hafal lirik lagu ini? Kalau Kompasianer sudah mengikuti tulisan-tulisan cantik Young Lady selama tahun kemarin dan tahun ini, pasti tak asing lagi. Young Lady saja sampai hafal liriknya di luar kepala. Terlalu sering mendengarkan dan mencoba menyanyikan lagunya, baik dengan atau tanpa piano. Susah-susah gampang.

Ada cinta yang sejati
Ada sayang yang abadi
Walau kau masih memikirkannya
Aku masih berharap kau milikku (Isyana Sarasvati-Masih Berharap).

Calvin memainkan pianonya. Blogger super tampan itu menulis dan bermain piano untuk menyublim luka hatinya. Calvin menangis, hidungnya berdarah.

"Maaf, aku terlalu sering mengecewakanmu. Tapi, aku sangat mencintaimu. Aku layak disalahkan karena tak bisa membuatmu memberikan keturunan dalam keluarga kita."

Potongan-potongan adegan di atas juga tak asing, kan? Sangat khas Young Lady cantik, khas "Calvin Wan" juga. Itu bukan sekadar adegan biasa. Ada muatan ideologi di dalamnya. Tapi sebelum kita membahas potongan adegan di atas, ada satu hal lain yang harus dikupas dulu.

Apa itu? Ya, tak lain fiksi vulgar, fiksi selangkangan, gerakan syahwat merdeka seperti kata Taufik Ismail, atau istilah lainnya sastra wangi. Kompasianers pasti tahu apa itu sastra wangi.

Awal kebangkitan sastra wangi dipelopori oleh pengarang Ayu Utami. Kelahiran novel Saman di tahun 1998 bersamaan dengan Reformasi menimbulkan gebrakan baru. Permasalahan yang dianggap tabu menjadi layak diperbincangkan setajam...ups, sorry. Itu kan tagline salah satu acara infotainment. Pokoknya, novel Saman mendorong perkembangan sastra wangi.

Nah, sebenarnya sastra wangi itu apa sih? Sastra wangi cenderung mengangkat tema seks, namun dari sudut pandang kaum wanita. Karya-karya sastra wangi menitikberatkan pada wanita yang menyuarakan hak-haknya seputar kebebasan seksual. Mulanya, topik seputar seks begitu tabu untuk dibicarakan. Tak ada yang berani membicarakannya.

Sejak kelahiran novel Saman, bermunculanlah karya-karya fiksi sejenis. Tema seks menjadi laris di pasaran. Publik seakan kehausan bacaan mengenai seks yang vulgar, erotis, dan sarat unsur pornografi.

Lama dijejali bacaan seks, publik mulai mendambakan cahaya spiritual. Hadirlah Ayat-Ayat Cinta. Larislah novel karya Kang Abik itu. Bahkan sampai difilmkan dan dibuat sekuelnya, Ayat-Ayat Cinta 2. Orang-orang kembali ke jalan spiritual setelah tersesat begitu jauh menembus lorong fiksi selangkangan.

Fiksi religius hadir membentengi pengaruh buruk fiksi selangkangan. Sementara itu, fiksi selangkangan mengobrak-abrik kemunafikan agama dan batas moral. Keduanya seperti dua kutub yang saling berbenturan. Secara tidak langsung, ada pertarungan sengit antara fiksi selangkangan dan fiksi religius.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline