Entah di kampus lain juga begini, atau hanya di kampus tempat Young Lady cantik melanjutkan studi saja. Mahasiswa semester 6 mulai didorong-dorong para dosen untuk segera memulai pembuatan proposal skripsi. Berbagai cerita dan motivasi mereka ungkapkan demi menyemangati para mahasiswa yang sudah layak dilabeli senior ini.
Salah satu motivasinya adalah menikah. Ya, menikah. Para dosen mengiming-imingi cepat lulus S1 agar bisa segera menikah. Banyak teman-teman Young Lady yang kelihatan excited dan bersemangat ingin cepat lulus. Tak sedikit pula yang terang-terangan mengungkapkan keinginan mereka untuk segera menikah selesai kuliah nanti.
Terlebih di angkatan kali ini banyak yang cinlok. Alhasil motivasi untuk cepat lulus agar bisa segera melamar dan dilamar kekasih terus menggelora. Kelihatannya semangat sekali ya.
Di saat kebanyakan teman-teman bersemangat ingin cepat lulus demi mempercepat pernikahan, Young Lady dingin-dingin saja. Walau dingin, tapi tetap cantik. Bukan berarti Young Lady tak ingin cepat lulus. Malah ingin sekali. Tapi ada tujuan lain.
Setelah lulus S1, Young Lady punya dua rencana besar yang ingin dilakukan: bisnis butik dan lanjut S2. Sama sekali tak ada niatan untuk menikah. Memang keinginan untuk menikah tak pernah ada di hati Young Lady.
Makanya Young Lady heran dengan tingkah teman-teman yang sudah unavailable. Nampaknya tujuan utama mereka perlu direvisi. Benarkah ingin cepat lulus S1 semata hanya karena ingin menikah? Apakah menikah dapat menjadi motivasi terbesar untuk membuat orang terpacu menyelesaikan kuliahnya lebih cepat?
Bila ingin cepat lulus S1 hanya karena ingin menikah, maka bisa dikatakan egois dan dangkal sekali. Dangkal karena hanya memikirkan urusan domestik. Tidakkah kita ingin memikirkan "manfaat yang lebih besar" seperti kata Grindelwald di Harry Potter 7? Menikah memang bermanfaat, tetapi hanya untuk diri sendiri dan pasangan. Egois karena tujuan itu hanya berkutat pada kepentingan diri sendiri.
Lantas, dimana kontribusi kita untuk keluarga, agama, masyarakat, dan bangsa? Dimana kontribusi kita sebagai akademisi untuk kemajuan bidang keilmuan yang kita pelajari? Ok fine, kapasitas otak dan tingkat intelegensi seseorang berbeda-beda. Sehingga tak semuanya bisa menjadi akademisi yang berpeluang menambah kontribusi di bidang keilmuan yang dipelajari. Jika tak bisa jadi akademisi, jadi praktisi atau profesional di bidang tertentu pun sama bagusnya. Dari pada motifnya cepat lulus hanya karena ingin menikah, tidakkah diganti saja untuk "manfaat yang lebih besar"?
Menikah itu urusan belakang, urusan domestik. Kalau sudah waktunya nanti, bagi yang punya jodoh di dunia, maka jodoh pasti bertemu seperti lagunya Afgan. Nah, bagaimana kalau jodohnya kelak baru dipertemukan di akhirat? Jelas kita akan sendirian di dunia. Dari pada menjadikan menikah sebagai tujuan utama cepat lulus S1, lebih baik lakukan itu dengan tujuan lain.
Mengapa tidak begini saja? Cepat lulus S1, motivasinya demi membahagiakan keluarga dan orang-orang terdekat. Membanggakan orang tua, mengangkat derajat keluarga, membangun bisnis, memajukan bidang keilmuan yang kita pelajari, dan berkontribusi untuk bangsa dengan karya kita. Tidakkah tujuan-tujuan itu lebih mulia?
Sayangnya, zaman now kebanyakan orang lebih egois. Hanya memikirkan urusannya sendiri tanpa peduli orang lain. Sampai-sampai tujuan pernikahan dibawa-bawa agar cepat lulus S1.