Kompasianers, pernahkah kalian menulis buku? Lalu, sebelum menulis buku, perlukah membuat outlinenya dulu? Jawaban atas pertanyaan yang digunakan sebagai judul tulisan cantik ini: perlu. Ya, outline sangat diperlukan. Sebelum menulis buku, entah itu fiksi atau non-fiksi, jangan lupa buat outlinenya.
Actually, Young Lady cantik baru satu kali membuat outline. Baru saja dibuat minggu lalu. Namun saat membuat outline itulah manfaatnya begitu terasa. Outline menghindarkan diri dari risiko stuck di tengah jalan saat proses penggarapan buku dimulai. Outline juga membuat plot tergambar jelas, tidak ada bagian yang kelak tiba-tiba muncul dan menyimpang dari isi buku.
Maaf, bila tulisan cantik ini akan sedikit lebih panjang. Outline ini pun baru rencana. Dan sebenarnya ini berada di luar tulisan-tulisan cantik Young Lady di Kompasiana. Namun inspirasinya berasal dari Kompasiana dan salah satu Kompasianer.
Young Lady cantik belum tahu, apakah tahun ini Allah mengizinkan Young Lady untuk mengerjakan hasil dari outline atau tidak. Semoga saja bisa. Namun, sementara ini, Young Lady ingin berbagi dan menunjukkannya pada Kompasianers. Sekali lagi, outline sangat penting bila kita ingin menulis buku.
For example...
**
Melodi Silvi
Bab 1:
Berita kematian Opa. Opa adalah ayah kandung Calvin sekaligus kakek Silvi. Calvin sedih dan terpukul. Di tengah kesedihan dan kegalauannya, ia memutuskan berhenti mengurus perusahaan keluarga dan menyerahkannya pada tangan kanannya. Kolega bisnisnya mempertanyakan keputusan Calvin. Para pegawai merasa kehilangan. Hari terakhir Calvin di kantornya. Perpisahan dengan seluruh karyawan. Calvin mengundurkan diri dari perusahaan demi memperbaiki hubungannya dengan Silvi, putri angkatnya.
Bab 2:
Calvin kembali ke kota metropolitan tempat masa kecilnya. Di pesawat, ia gelisah. Pria tampan berdarah Tionghoa itu menduga-duga betapa rumitnya ritual pemakaman Opa nanti. Merias jenazah, membakar kertas sembahyang, dan kremasi. Calvin resah dan tidak siap bila harus melihat jenazah ayah kandungnya terbakar.