"Bisnismu lancar, kan?" tanya Reinhard penuh perhatian.
Pertanyaan Reinhard disambuti senyum manis Rossie. "Lancar. How about you? Betah mengurus hotel peninggalan Papamu?"
"Sangat betah. Mungkin panggilanku memang di sana, bukan di gereja."
Reinhard Fredy, seorang mantan Frater yang mengubah jalan hidupnya sebagai pengelola hotel. Ia lepas juah bukan karena lawan jenis. Bukan pula karena sudah bosan hidup membiara. Melainkan karena desakan keluarga. Sebagai anak pertama, Reinhard mewarisi hotel yang selama ini dijalankan Papanya. Alhasil ia diminta meneruskannya setelah Papanya meninggal. Demi keluarga, Reinhard melepas jubah. Mundur dari kehidupan kaum religius tak berarti imannya luntur. Dari calon rohaniwan menjadi awam, ia tetap menjadi saksi Kristus yang sangat taat.
"Sorry ya, kemarin aku tidak bisa datang. Aku masih di Aussie. Profficiat buat pernikahanmu." kata Reinhard seraya menuangkan air mineral ke gelasnya.
"No problem. Tak usah memberi selamat. Bukan pernikahan yang bahagia." Rossie menampik halus ucapan selamat pria pelukis masa lalunya.
Giliran Reinhard yang tersenyum. Kembali berkonsentrasi pada lunchbox miliknya yang masih tersisa setengah.
"Kenapa? Kamu nggak suka ya, married sama Calvin?"
"Bukan nggak suka lagi, tapi benci! Calvin tak seperti yang kuharapkan!"
Mulailah Rossie menceritakan kekesalan, kekecewaan, dan kemarahannya. Reinhard mendengarkan dengan sabar. Tak sebersit pun tanda kejenuhan tergurat di wajahnya. Sementara Rossie terus menceritakan tentang suami super tampannya.
Tak sia-sia Rossie menerima ajakan Reinhard untuk makan siang berdua. Ingin mencari suasana baru, mereka memutuskan makan siang di taman. Selepas membeli makanan di resto favorit mereka, taman menjadi tempat pilihan untuk menikmatinya.