Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Calvin, Calisa, dan Cinta Masa Kecil Mereka

Diperbarui: 27 Oktober 2017   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketampanan fisik tak menjamin kondisi kesehatan yang prima. Setidaknya, itulah yang dirasakan Calvin. Bertahun-tahun sejak meninggalnya Fransisca. Kondisi kesehatan Calvin terus menurun. Dimulai dari tekanan psikologis, penggunaan obat anti depresan dalam jangka panjang, infertilitas sekunder, dan turunnya fungsi ginjal secara perlahan akibat konsumsi obat-obatan.

Fisik boleh digerogoti penyakit. Namun dalamnya cinta tetap bertahan. Lebih tepatnya, cinta Calisa untuk Calvin. Buktinya, ia bersedia mendampingi Calvin melewati masa-masa terberat dalam hidupnya. Tak sekali pun meninggalkannya. Selalu di sisinya. Merawatnya, mencintainya, menyayanginya sepenuh hati.

Sampai akhirnya, Calvin bangkit dari kesedihan. Mengumpulkan kembali kepingan-kepingan hatinya, ia menyatukannya lagi. Menyusun kebahagiaan dari serpihan hati yang hancur. Meski hidup tak lagi sama, meski pernikahan mereka tak lagi diwarnai kehadiran seorang putri, mereka tetap bahagia. Calvin dan Calisa berjiwa besar. Mampu menerima takdir dengan ikhlas.

Calisalah yang paling memahami kondisi Calvin. Seperti pagi ini. Ia bangun lebih awal, melangkah menyusuri koridor ke kamar Fransisca. Semalam Calvin tidur di kamar mendiang putri mereka. Dibukanya pintu, pelan-pelan dilangkahkannya kaki memasuki kamar.

Sesaat Calisa menatapi wajah suami super tampannya. Seraut wajah oriental yang selalu membuatnya jatuh cinta. Dalam keadaan tidur, Calvin tetap terlihat menawan. Ekspresi wajahnya begitu tenang. Seluruh beban hidup seakan terlepas seketika.

"Kau tetap tampan, Love. Dalam keadaan apa pun..." bisik Calisa. Ia membungkuk, lalu mendaratkan kecupan hangat di pipi Calvin.

Ganjil, pipinya terasa hangat. Tangan kanan Calisa terulur. Suhu panas mengaliri tangannya. Tak salah lagi.

"Ah Sayang...pasti kamu demam lagi." Wanita itu bergumam pada dirinya sendiri.

"Pantas saja kemarin kamu tidur lebih awal. Pukul lima sore sudah tidur, dan belum bangun sampai sekarang. Seharusnya aku lebih peka. Maafkan aku, Sayang."

Perlahan ia membangunkan Calvin. Walau sepercik rasa tak tega menodai hati. Namun, waktu Subuh telah tiba.

Calvin terbangun. Senang mendapati orang pertama yang dilihatnya saat membuka mata adalah Calisa. Lembut disentuhnya tangan istrinya. Ia berkata lembut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline