Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Dua Hati yang Rapuh

Diperbarui: 19 Oktober 2017   05:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

9 Desember bukan hanya hari ulang tahunnya. Melainkan hari kematian orang-orang yang dicintainya. Bagaimana itu bisa terjadi? Entahlah, skenario hidup rancangan The Best Planner Allah SWT sangat misterius dan sulit ditebak. Manusia beriman hanya bisa mengikuti dan menerima apa pun kehendakNya.

Kematian selalu terjadi di awal bulan dua belas. Tepatnya di hari kesembilan. Kematian sang Papa menjadi awal. Kehilangan pertama yang menggoreskan luka mendalam. Disusul kehilangan sahabat terdekat. Satu kehilangan luar biasa yang mengguncangkan jiwanya. Kepedihan hidup seakan belum mau berdamai dengan pria baik hati itu. Kehilangan ketiga melengkapi derita. Hari ini, tepat tanggal 9 Desember, di usianya yang ke-31 tahun, ia kehilangan putri tunggalnya. Putri semata wayang yang telah mewarnai hidupnya lima tahun terakhir.

"Kematian adalah sesuatu yang pasti," ungkap Ustadz Swandito disambuti anggukan para pelayat.

"Setiap makhluk bernyawa pasti akan menghadapi kematian. Hanya saja, kita tidak tahu kapan waktunya. Allahlah sang pemilik rahasia umur setiap makhluk yang hidup di dunia. Mari kita doakan Fransisca Elizabeth Noura Calvin, semoga Ananda Fransisca mendapat tempat terbaik di sisi Allah dan dilapangkan kuburnya."

Para pelayat berpakaian hitam itu bergumam mengamini. Doa-doa tercurah untuk Fransisca. Anak cantik berumur lima tahun yang harus pergi begitu cepat. Nyawanya terenggut paksa akibat kecelakaan. Mobil maut dan pengemudinya yang tak bertanggung jawab itu, telah merenggut nyawa Fransisca.

Sejak pagi, ratusan karangan bunga simbol bela sungkawa dikirimkan. Satu per satu pelayat berdatangan. Rumah besar berlantai dua bernuansa broken white yang biasanya sepi itu dipenuhi lantunan Yasin. Nuansa duka melingkupi seisi rumah. Perabotan mewah, lukisan mahal, lantai marmer, jam dinding kuno di ruang tengah, ornamen kayu yang menghiasi tepi balkon, lemari-lemari penuh pajangan kristal, puluhan pot berisi bunga, dan beberapa mobil mewah keluaran terbaru yang terparkir di garasi menjadi saksi bisu kedukaan itu. Keluarga besar berduka, para pelayat terbawa dalam arus duka yang sama.

Di antara mereka, ayah Fransiscalah yang paling berduka. Ya, pria baik hati yang lahir di tanggal 9 Desember itu. Pria yang menyematkan namanya di belakang nama Fransisca. Kini putrinya telah pergi. Pergi ke tempat dimana tak satu pun orang yang bisa memanggilnya kembali.

"Calvin, sabar ya? Ikhlaskan Fransisca," bisik Nyonya Thalita. Wanita 75 tahun yang masih terlihat cantik itu memeluk putra bungsunya erat.

Bagaimana pun penghiburan yang ia terima, tetap tak mampu membasuh luka hati lantaran kehilangan. Luka di hati Calvin terlanjur dalam. Sangat sulit terobati.

"Kamu harus kuat. Fransisca pasti tak mau melihat ayahnya bersedih." lanjut Nyonya Thalita. Sekuat tenaga ditahannya kelenjar air mata untuk berproduksi. Bila ia ingin menguatkan putranya, dirinya sendiri pun harus kuat dan tegar.

Pelan-pelan Calvin melepas pelukan Mamanya. Sejurus kemudian ia bangkit. Melangkah mendekati meja tempat jenazah putrinya berada. Saatnya ia melakukan tugas terakhir sebagai seorang ayah. Dengan lembut, Calvin mengangkat jenazah Fransisca. Para pelayat yang berkumpul di ruang tamu menatapnya tak percaya. Trenyuh dengan sikap Calvin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline