Minggu berikutnya, Calvin menepati janji. Ia datang kembali ke rumah Mamanya. Ikut membantu sang Mama mengajar dan membacakan soal latihan untuk beberapa muridnya.
Nyonya Santi senang karena anak tunggalnya itu tak keberatan untuk membantunya lagi. Di depan teras, ia menyambut hangat kedatangan Calvin. Lagi-lagi Calvin datang sendirian.
"Sayang...kamu sendirian lagi? Kenapa nggak ajak Julia?" tanya Nyonya Santi.
"Julia pergi ke toko bunganya, Ma." Calvin menjelaskan, mengikuti langkah Nyonya Santi memasuki rumah.
"Oh baiklah. Saran Mama, sering-seringlah melewatkan waktu bersama istrimu. Ajak dia pergi bersama, atau kamu bisa temani dia saat ke toko bunga."
Calvin terhenyak mendengarkan saran Nyonya Santi. Benar juga, selama ini ia jarang mengajak Julia pergi bersamanya. Ia lebih suka pergi sendirian. Di rumah pun mereka hanya bertemu saat jam makan tiba. Selebihnya, Calvin lebih banyak menyendiri.
"Bagaimana kamu mau sembuh kalau tidak pernah melewatkan waktu dengan istrimu?" lanjut Nyonya Santi, tersenyum lembut.
"Iya, Ma. Akan aku coba memberi lebih banyak waktu untuk Julia."
Nyonya Santi menatap lekat-lekat wajah Calvin. Terpancar kelembutan dan pengertian dalam tatapannya.
"Mama percaya, kamu pasti bisa. Kamu pasti sembuh."
Bunyi bel pintu memecah saat-saat kebersamaan mereka. Calvin beranjak membukakan pintu. Hanny dan Kezia sudah datang.