Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Selama Kita Bisa, Jangan Kecewakan Orang Lain

Diperbarui: 5 Januari 2017   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Assalamualaikum, Neng Maurin. Besok bisa datang ke acara Generasi Emas? Ditunggu banget ya, Neng. Arka.”

Sebaris chat itu masuk ke ponsel saya satu jam sebelum tengah malam. Saya baca dan coba tangkap maksud dari kata-katanya. Pengirimnya salah seorang teman saya. Sejak pertama berkenalan, dia langsung menyematkan panggilan ‘Neng Maurin’ pada saya. Hanya dia teman yang memanggil saya seperti itu.

Dia mengundang saya datang ke suatu acara. Ada kalimat ‘ditunggu banget ya’. Jika dianalisis maknanya, si pengirim pesan menaruh harapan pada saya agar saya benar-benar menyempatkan waktu untuk datang ke acara itu. Dia punya ekspektasi lebih pada saya dengan menuliskan kalimat itu. Bisa jadi, kehadiran saya diinginkan dan dibutuhkan dalam acara itu.

Saya pribadi tidak bisa menolak. Nurani saya mengatakan saya jangan menolak permintaan itu. Padahal hari ini saya berencana beres-beres rumah dan membuat puding untuk sepupu saya yang akan datang. Namun rencana itu terpaksa saya tunda agar sore nanti saya bisa datang memenuhi undangan teman saya. Dalam hati, saya menghibur diri kalau masih ada waktu satu hari lagi untuk mempersiapkan segalanya sampai sepupu saya datang.

Mama kecewa pada Papa. Alasannya sudah klasik sebenarnya: Papa menolak permintaan Mama. Permintaan Mama sederhana. Papa diminta membantu mengurus proses operasi kakak sulung Mama. Kakak sulung Mama itu baru saja menjadi seorang ayah setelah mengadopsi seorang anak laki-laki. Demi meringankan bebannya, Mama meminta bantuan Papa. Sayangnya, Papa menolak dan lebih memilih menyelesaikan kepentingannya sendiri. Alhasil Mama marah dan kecewa. Jika sudah begitu, Mama akan mengungkit masa lalu dan mengingatkan latar belakang kehidupan Papa beberapa puluh tahun sebelumnya.

Melalui dua ilustrasi tersebut, dapat dilihat bahwa ada dua variabel: permintaan dan harapan. Seseorang meminta sesuatu, lalu ia mempunyai harapan lebih pada orang yang dimintai sesuatu. Bisa saja ia meminta hal yang sama pada orang lain. Namun ada kepercayaan, keyakinan, dan ekspektasi pada satu orang. Yakni pada orang yang dia putuskan untuk menerima permohonan darinya. Intinya, seorang individu menaruh harapan lebih pada individu lain agar memenuhi permintaannya.

Ilustrasi pertama menunjukkan bahwa permintaan itu dipenuhi. Bahwa individu yang mendapat permintaan akhirnya memenuhi harapan individu yang meminta. Sedangkan pada ilustrasi kedua, individu tidak memenuhi harapan lantaran terjebak pada ego yang tinggi. Ia lebih memilih menyelesaikan kepentingannya sendiri dibandingkan membantu menyelesaikan kepentingan orang lain.

Tiap orang berhak meminta sesuatu pada orang lain. Orang berhak menolak, berhak pula menyanggupi permintaan itu. Jika menolak, harus ada alasan yang rasional. Jika memenuhi permintaan, itu akan lebih baik. Artinya, kita tidak mengecewakan orang lain. Kita tidak mematahkan harapan orang lain.

Meminta sesuatu pun terkait dengan kepercayaan. Bila seseorang meminta sesuatu pada kita, artinya kita memiliki kredibilitas untuk melakukan sesuatu. Kita dianggap mampu memberi apa yang diminta. Tidak semua orang dapat dipercaya. Mendapatkan kepercayaan tidaklah mudah.

Ada harapan di balik permintaan. Ada dorongan yang kuat bagi seseorang untuk meminta sesuatu pada orang lain. Harapan permintaan akan dipenuhi, harapan seseorang yang dimintai sesuatu akan memenuhi permintaannya semaksimal mungkin, dan harapan bahwa orang tersebut cukup baik dan layak untuk memenuhi permintaan kita dibandingkan orang lain.

So, apa yang harus kita lakukan? Saat seseorang meminta sesuatu pada kita dan kita bisa memenuhinya, tak ada alasan untuk menolak. Selama kita masih bisa, jangan pernah kecewakan orang lain. Jangan pernah menyakiti hati orang lain dengan penolakan. Kata ‘tidak’ adalah satu dari banyak kata yang berpotensi melukai perasaan. ‘Tidak’ seolah menjadi vonis bagi orang lain untuk menolak secara keras.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline