Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Pelangi Cinta

Diperbarui: 28 Desember 2016   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Morning, Ayah...Bunda.”

Anak kecil delapan tahun itu tersenyum ceria. Menghampiri meja makan, lalu duduk di antara Ayah-Bundanya.

Tuan Jonathan dan Nyonya Chantika balas tersenyum. Menatapi anak semata wayang mereka yang telah berpakaian rapi. Nyonya Chantika mengoleskan selai pada roti, lalu mengulurkannya pada anak lelaki berwajah tampan itu.

“Ini rotinya, Sayang. Dengan selai strawberry kesukaan kamu.” Ujar Nyonya Chantika.

“Thank you, Bunda. Albert sayang Bunda.”

“Sama Ayah nggak sayang juga, nih?”

“Sayang kok...”

Albert Fast, nama anak laki-laki itu. Murid Al Irsyad Satya Islamic School. Dalam usianya yang kedelapan, ia telah menjadi anak yang berprestasi. Peraih juara umum tiap tahun ajaran, memenangkan berbagai olimpiade, dan pandai bermain piano. Hafalan Qur’annya juga mengalami perkembangan pesat. Lima belas juz telah ia hafalkan.

Mengapa Albert Fast bisa menjadi anak yang pintar dan berkepribadian baik? Semua ini tak luput dari atensi dan pola asuh kedua orang tuanya. Tuan Jonathan dan Nyonya Chantika berhasil menumbuhkan anak mereka sesuai dengan ekspektasi mereka semula. Figur anak laki-laki yang tangguh, multitalenta, percaya diri, punya jiwa sosial tinggi, dan brilian. Albert Fast dikenal paling ringan dalam soal membantu teman-temannya. Entah itu mengajari mata pelajaran, atau membantu hal lain di luar pelajaran.

“Ayah, Albert boleh nggak berangkat lebih awal? Pagi ini Albert mau latihan buat acara nanti siang.” Pinta Albert Fast.

“Boleh, Sayang. Siang ini acara ulang tahun dan perpisahannya Andini, ya?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline