Lihat ke Halaman Asli

Berjalan di Tengah Pandemi, Yuk "Nglarisi" UMKM dan Warung Tetangga

Diperbarui: 30 Juni 2020   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: kemenkeu.go.id

"Pake masker, Mak," ucapku pada emak yang selalu menolak saat disarankan menggunakan masker.

Sementara bapak sudah lebih dulu sadar diri untuk menjaga kesehatan. Beliau memintaku membelikan masker kala wabah virus mulai masuk ke Indonesia. Tak lupa menyiapkan hand wash dan vitamin penambah daya tahan tubuh.

Kedua adikku tak berbeda jauh dari emak. Masih "ngeyel" disuruh cuci tangan dan memakai masker saat bepergian. Ya, pandemi membuatku menjadi mbak galak di rumah. Meski awalnya aku juga malas memakai masker karena gerah.

Semua berubah tatkala arus informasi cepat beredar luas. Bahkan hoax bertebaran. Makanya aku selalu cross check kebenaran berita melalui web resmi pemerintah atau badan terkait. Akhirnya aku turut melakukan pencegahan secara maksimal.

Sulit. Aku lebih senang berkegiatan di luar rumah. Lebih suka bertatap muka daripada kirim teks atau tatap layar gawai dengan orang lain.

Data statistik harian kasus terbilang fluktuatif. Persebaran virus ini sangat cepat. 

Sumber: akun Twitter Kemenkes RI

Parahnya, wabah virus ini tak hanya mengancam kondisi kesehatan. Beberapa sektor lain juga terkena dampaknya, termasuk ekonomi. Pertumbuhan ekonomi anjlok, stabilitas keuangan rumah tangga terpuruk, pelaku usaha terombang-ambing. Apa yang bisa kita lakukan? Banyak! Bahkan bisa dimulai dari perilaku cerdas sederhana.

Kelola Uang dalam Sektor Rumah Tangga

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) negara tercermin dalam perilaku penggunaan uang masyarakatnya. Dalam situasi pandemi, masyarakat cenderung mengambil uang di bank, mencairkan emas, atau melepas saham demi memegang cash money.

Hal ini bukan langkah yang tepat lantaran kebutuhan hidup tak berubah banyak. Hanya saja, pola belanja harus diatur agar lebih praktis. Misal sebelumnya belanja harian, kini sebisa mungkin diubah menjadi mingguan. Pun tak perlu stok bahan makanan dan kebutuhan melampaui batas. Secukupnya saja asalkan dapat menopang kehidupan keluarga.

Kenapa? Pertama, stok bahan makanan tidak bisa bertaham lama, frozen food saja memiliki waktu kadaluwarsa. Kedua, pemerataan barang dan jasa tidak akan terwujud ketika sebagian orang serakah. Ketiga, tentu saja ancaman arus keuangan yang tidak stabil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline