"Kraton Jogja adalah bangunan eksotis," ---Nofita, Poltekkes Yogyakarta.
"Kraton Yogyakarta penuh dengan sejarah," ---Rubi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
"Bangunannya artistik, ketok bakoh (kelihatan kuat). Sepertinya aturan dalam kraton cukup merepotkan. Masyarakat umum tidak bisa leluasa masuk ke dalam." ---Sri Yana, Institut Pertanian Intan.
"Ekosistem dalam benteng. Maksudnya kehidupan dalam kraton berbeda dengan kehidpan luar kraton, budayanya masih dijunjung tinggi. Sementara kehidupan luar kraton sudah berbeda"---Rahma, UIN Sunan Kalijaga.
Kraton Yogyakarta menyimpan berbagai argumen dalam diri pengagumnya. Seperti beberapa pendapat mahasiswa di atas, kraton bukan hanya cagar budaya, melainkan ada kehidupan sosial yang unik dan istimewa. Meski masyarakat umum tak bisa menyaksikan real life keseharian kraton, tetapi berbagai upaya terbaik sudah dilakukan.
Akibat minimnya informasi para milenial akan warisan budaya seputar kraton, lahirlah Pameran Naskah "Merangkai Jejak Peradaban Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat". Saya dan teman-teman Kompasianer Jogja pun turut bangga dapat mengunjungi pameran yang berlangsung dari 7 Maret hingga 7 April 2019 tersebut.
"Naskah kuno adalah barang kehidupan bersejarah yang dianggap sebagai representasi dari berbagai sumber lokal yang paling otoritatif dan otentik dalam memberikan informasi dan tafsir sejarah pada masa tertentu. Naskah kuno merupakan warisan budaya bangsa yang kandungan isinya mencerminkan beragam pemikiran pengetahuan adat istiadat, dan perilaku masyarakat masa lalu," ---Sri Sultan Hamengku Buwono X
Selaras dengan event itu, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu menuturkan bahwa pameran ini juga bertujuan untuk menjawab pertanyaan masyarakat yang sering beranggapan bahwa kraton penuh dengan isu mistis. Pameran Naskah Kuno ini diharapkan dapat mendekatkan kraton dengan masyarakat luas. Tak berhenti sampai di sana, sejak 2015 kegiatan dalam kraton mulai dipublikasikan lewat media sosial. So, akses pengetahuan tentang kraton dapat dijangkau oleh kalangan umum.