Lihat ke Halaman Asli

Latifa Himma

Mahasiswi fakultas ekonomi UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Rahn, Mengatasi Masalah Tanpa Masalah

Diperbarui: 23 Mei 2021   20:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pict CC : https://sahabatpegadaian.com 

Mungkin bagi masyarakat Indonesia masih sangat asing atau awam dengan istilah Rahn. Padahal, salah satu sistem atau produk yang sesuai dengan Fiqih Muamalah ini seringkali memiliki lokasi kantor yang berada dekat dengan tempat tinggal kita. Sebenarnya, apasih yang dimaksud dengan Rahn itu? Rahn atau yang lebih dikenal dengan pegadaian syariah adalah suatu perjanjian dengan cara menahan sebuah barang berharga dari pemiliknya. Penahanan barang berharga ini merupakan bentuk jaminan atas pinjaman yang diajukan oleh pemilik barang kepada pihak pegadaian syariah. Barang yang ditahan tersebut dapat bersifat materi maupun manfaat tertentu serta harus bersifat ekonomis. Hal ini dikarenakan pihak yang menahan (murtahin) atau pegadaian syariah harus memperoleh kepastian jaminan jika peminjam dana (rahin) atau nasabah tidak dapat membayarkan dana yang dipinjam tepat pada waktunya. 

Dasar hukum Rahn berasal dari Al-Qur'an, Hadist, dan Ijma' para ulama. Ketentuan pelaksanaan Rahn ada dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 283 yang artinya "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikannya, Maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 283).  Dalam ayat tersebut juga mengajarkan bahwa untuk memperkuat hutang piutang, maka diperlukan suatu perjanjian tertulis yang disaksikan minimal dua orang saksi laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang saksi perempuan. 

Selain itu, terdapat pula landasan hukum Rahn berupa Hadist Nabi dari Aisyah r.a., ia berkata yang artinya, "Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berhutang dari seseorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya." (HR Al-Bukhari dan Muslim). Kemudian, ijma' para ulama menyebutkan bahwa Rahn (gadai) itu diperbolehkan secara syariat ketika bepergian (safar) maupun ketika dirumah (tidak bepergian). Namun sebelum mendapatkan kesepakatan tersebut, para ulama sempat memperselisihkan hal tersebut. Hal ini dikarenakan sebagian ulama berpendapat jika Rahn hanya boleh dilakukan ketika sedang bepergian (safar) saja seperti ayat dalam Hadist sebelumnya.

Unsur Rahn yang harus dipenuhi oleh nasabah peminjam (Rahin) maupun perusahaan gadai syariah (Murtahin) adalah sebagai berikut, (1) adanya Rahin (orang yang memberikan jaminan); (2) Adanya Al-Murtahin (orang yang menerima jaminan); (3) Adanya Al-Marhun (barang yang digunakan sebagai jaminan); dan (4) Adanya Al-Marhun bih (hutang atau pinjaman). Semua unsur tersebut harus dipenuhi dalam ijab dan qabul ketika bertransaksi menggunakan akad Rahn.

Kategori barang yang boleh digunakan dalam transaksi Rahn adalah semua barang bergerak dan tidak bergerak yang memenuhi syarat bahwa benda tersebut bernilai menurut hukum syara', benda tersebut berwujud pada saat perjanjian terjadi, dan benda tersebut diserahkan seketika kepada murtahin. Sebagai contohnya, benda benda yang sering digunakan sebagai Al-Marhun (jaminan) adalah emas, kendaraan, tanah, rumah, hewan ternak, dan sebagainya. Apabila barang yang digunakan sebagai jaminan tersebut dapat diambil manfaatnya, maka pihak penerima gadai boleh mengambil manfaatnya sesuai akad yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.

Berdasarkan landasan hukum yang jelas, unsur yang sangat mudah untuk dipenuhi, dan syarat barang yang relatif mudah tentunya membuat Rahn menjadi solusi bagi generasi milenial yang membutuhkan pinjaman uang dalam waktu cepat namun tetap terjauhkan dengan riba. Selain itu, biaya yang dikenakan ketika menggunakan akad Rahn juga sangat ringan dan fiturnya yang menarik. 

Salah satu fitur produk yang menarik dan sering digunakan dalam pegadaian syariah adalah produk Rahn Hasan. Rahn Hasan merupakan fitur dari produk rahn dengan batas maksimal pinjaman (Marhun bih) sebesar Rp. 500.000. Dalam Rahn hasan, nasabah akan dikenakan biaya pemeliharaan (mu'nah pemeliharaan) sebesar 0% dan biaya administrasi awal (mu'nah akad) yang sangat terjangkau yaitu sebesar Rp. 5000 untuk pinjaman maksimal Rp. 500.000 tersebut. Sedangkan, jangka waktu maksimal yang ditetapkan dalam Rahn hasan adalah 60 hari. Hal ini tentunya menjadi pembeda dengan Rahn biasa yang jangka waktunya bisa mencapai 4 bulan. Jangka waktu maksimal yang ditetapkan dalam Rahn Hasan memang terbilang relatif singkat, namun hal ini sejalan dengan jumlah maksimal pinjaman yang memang sedikit, sehingga lebih terjangkau untuk segera dilunasi. Selain itu, syarat yang harus dipenuhi ketika mengajukan Rahn Hasan juga terbilang sangat mudah. Nasabah hanya perlu menyiapkan 1 KTP dan 1 Kartu Keluarga (KK) untuk satu orang pembiayaan rahn Hasan.

Demikian penjelasan mengenai salah satu produk dalam Pegadaian Syariah yaitu Rahn. Mohon maaf apabila ada salah dalam artikel ini, semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terimakasih

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline