Lihat ke Halaman Asli

Latifah Guru Math

Teacher/enterpeuner/propesionalperson/CEO Pendidikan Karakter

Ramadhan Terakhir bersama Abah

Diperbarui: 1 April 2023   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ramadhan pertama tanpa Abah


Dialog terakhir dari Abah Untuk ku


Bismillahirrahmanirrahim.


Tulisan ini ku persembahkan untuk para ayah, para pendidik seluruh Negeri ku, dan para orang tua. Sebagai pemegang kendali, ke mana akan diarahkan generasi penerus Negeri yang Makmur ini.
Negeri yang kaya Akan sumber daya Alamnya. Juga kaya akan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu para ayah dan ibu sang pembangun peradaban.
Kisah ini sekelumit bercerita tentang ayah, yang menghuni negeri kita yaitu Negara Kesatuan Republik dengan penuh cinta.
Abah. Kami memanggilnya dengan sebutan abah.
Beliau bernama H. Ma'mun, lahir di Kerawang, 1947. Saya lupa tanggal lahir n bulannya
Beliau menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD Koja. Jakarta Utara. Tepatnya tanggal 7 Februari 2017. Kurang lebih, telah hidup di dunia selama 70 Tahun.
Beliau Asli kerawang kecamata. Tempura Jawa barat. Seorang perantau dari tanah Sunda menuju Jakarta. Pendidikannya tidak lulus SD. Karena beliau adalah anak sulung dari 5 bersaudara, dan lebih mengutamakan pendidikan adik-adiknya. Meskipun Abah tanpa pendidikan tinggi, namun Abah memiliki kebijaksanaan hidupnya sendiri.
Ibu dan abah, memiliki visi akan hidup berkeluarga.
Dengan visi misi dari keluarga kami. Yaitu.
Visi Abah dan ibu adalah supaya anak anaknya itu bisa sukses di dunia dan di Akhirat.
Maka abah dan ibu saya bertekad, untuk mencerdaskan keluarga kami.
Ibu saya seorang guru mengaji di Kampung kami. Dan Abah saya adalah seorang pedagang yang biasa jualan di Tanjung Priok.
Nama bapak : H. Makmun
Nama Ibu : Hj. Rokayah
Alhamdulillah dengan visi misi beliau, kami berempat menjadi Sarjana.
Maskuroh Kakak saya yang pertama. Berhasil lulus D3 Analis kesehatan.
Beliau di mata saya. Sangat tegas dan  memiliki sifat leadership mulai tampak sejak beliau , sekolah Menengah Negeri 231. Sifat ini diturunkan oleh abah.
Yusri Yani. Kaka kedua  Akademi Kebidanan DITKESAD ( direktorat Kesehatan Angkatan  D3
Saya anak ketiga nama saya Latifah, Saya bisa melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sultan Ageng Serang. Sifat saya tipikal intervot dalam bergaul. Saya tidak suka dengan adanya kebodohan. Tidak suka dengan adanya perpecahan. Tidak suka adanya kebatilan yang ada di NKRI. Sifat ini diturunkan dari sifat abah dan ibu.
Ada adik saya : S1 FE UIJ ( Universitas Islam Jakarta )
Kami hidup dari keluarga kalangan menengah ke bawah. Tapi Alhamdulillah berkat ibu  dan Abah, kami mampu menyelesaikan pendidikan kami dengan baik.
Abah, bukan siapapun bagi  banyak orang, namun bagi kami, beliau adalah pelita dalam hidup.  Tandanya kami tak berarti.
Lantunan doa-dia selalu di panjatkan tiap malam, agar anak- anaknya  sukses dunia akhirat.
Abah memiliki sifat yang pantas untuk diteladani, yaitu beberapa sifat dan karakter seperti: tepat janji. Abah, tiap kali punya janji, beliau selalu menepati dan berupaya untuk menepati. Seorang kepala keluarga yang cukup memberikan contoh sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Abang yang tidak otoriter, demokratis namun tegas.
 Keberhasilan saya dalam menuntut ilmu dan lulus strata 1 tidak lepas dari dukungan ibu dan abah.
Berawal dari saya menempuh pendidikan Sekolah Dasa,
Sekolah Menengah Pertama Negeri 231.
Lanjut ke Sekolah Menengah kejuruan Farmasi DITKESAD (direktorat Kesehatan Angkatan Darat).
Alhamdulillah saya melewatinya dengan penuh kesabaran.
Alhamdulillah saya lulus dengan predikat yang baik.
Dengan izin abah, dan cita-cita, saya  melanjutkan ke jenjang S1, pilihan saya jatuh ke  universitas Sultan Ageng Tirtayasa, sebuah universitas negeri di Serang. Niat  melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah itu sangat kuat, meski ada beberapa kendala, sehingga  saya menunda kuliah satu tahun.
Di Unersitas, saya mengambil Fakultas Pendidikan  Matematika,  bukan melanjutkan jenjang Farmasi lagi. Karena saya pikir, selain biaya kuliah farmasi sangat mahal, dan saya gemar berhitung dan bermain angka,  ketimbang ilmu yang lain. Maka saya putuskan untuk mengambil pendidikan matematika di Banten.
Kenapa di Banten ? Karena menurut saya  kuliah di Jakarta itu sangat mahal. Alhamdulillah pendaftaran kuliah saya di terima dengan lancar.
Saya tidak suka pelajaran yang banyak teorinya. Dengan memilih matematika, rasanya ini pilihan tepat. Tentu saja dengan izin dan restu abah.
Pada saat itu kondisi ekonomi keluarga saya tidak memungkinkan, mendanai saya untuk meneruskan kuliah dan biaya hidup saya yang jauh dari keluarga.
Namun dengan dukungan sepupu dan uwa, serta keluarga besar, Saya akhirnya bisa mengenyam pendidikan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.
Selama kuliah, saya ambil kos di lokasi yang tidak jauh dari kampus, bukan hal yang mudah, hidup jauh dari orang tua serta keluarga. Namun demi pendidikan, semua ujian dan rintangan saya hadapi.
Saat saya mengerjakan Tugas Akhir 2007-2008, saya diserang sebuah penyakit, sehingga kelulusan saya tertunda.
Selama sakit, saya  kembali ke Jakarta. Menerima perawatan dari keluarga. Abah dengan dibantu keluarga, mencari pengobatan saya melalui medis dan alternatif. Semua ikhtiar telah kami lakukan, tentu saja peranan abah, saat itu sangat berpengaruh bagi kesembuhan saya. Kondisi fisik saya sangat tidak stabil, depresi akibat tidak bisa menyelesaikn tugas akhir tepat waktu karna sakit, dan diserang depresi lainnya.
Dalam proses pengobatan saya, tentu saja sangat membutuhkan biaya. Abah seorang pegawai wirasuasta kecil, terus bekerja keras demi kesembuhan saya, doa abah dan ibu selalu terpanjat hanya untuk kesembuhan saya dan ketabahan keluarga. Dengan kesabaran abah, beserta keluarga merawat saya, lambat laun, saya mendapati kesembuhan.

Kini Abah dan ibu telah wafat. Ibu lebih dulu wafat, dan Abah menikah lagi, setelah ibu wafat. Alhamdulillah kelurga kami selalu harmonis. Meskipun saya sangat kecewa dengan keputusan abah yang menikah lagi, namun rasa hormat saya tidaklah luntur.
Dengan mengingat jasa dan doa Abah serta ibu, dan kesembuhan diri yang begitu mahal, saya bertekat untuk bangkit kembali menjadi pribadi pendidik yang baik dan berprestasi.
Sebagai anak abah, saya haruslah menjadi pendidik yang bisa melihat potensi anak didiknya sejak dini. Itulah yang abah contohkan. Ternyata, sesuai dengan pengalaman, menurut observasi saya selama mengajar di Jakarta, anak zaman sekring, lebih pintar dari orang tua dan guru. Berbeda dengan zaman dahulu.
Demi melanjutkan cita dan cinta yang telah diberikan abah, kepada kami, anak-anaknya. Kami harus menjadi manusia pendidik yang baik, agar kelak amal kami bisa mengalir menjadi pahala kepada abah dan ibu . Aamiin.
Abah. Engkaulah Bapak yang bijaksana. Seorang bapak yang sangat sayang anak- anaknya. Seorang bapak yang memperjuangkan pendidikan untuk anak- anaknya. Seorang bapak yang sangat mencintai anak dan keluarganya. Seorang bapak yang sangat peduli akan keberhasilan anak-anaknya dalam mengenyam pendidikan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline