Remang-remang lampu jalanan menerangi langkah Borneo. Sesekali kaki yang tak beralaskan sendal itu pun merasakan geli karena bersentuhan dengan kerikil-kerikil jalanan. Bahkan yang dirasa bukan lagi sakit karena menginjak kerikil, tapi hanya rasa geli tanda sudah terbiasa. Langkah demi langkah tak terasa, walaupun berjalan sendiri tapi Borneo merasa ditemani oleh hangatnya senja. Sang surya perlahan tenggelam tanda tugasnya hari ini telah usai memberi cahaya kepada sang bumi. Banyak nelayan yang tersenyum karena ikan-ikan yang mereka jemur hasil jerih payahnya itu telah kering karena teriknya matahari. Ibu-ibu merasa tenang karena jemuran yang telah ia cuci akan siap dilipat. Kini berganti kepada sang rembulan untuk bertugas memberikan ketenangan malam dengan cahaya nya yang syahdu.
Borneo merupakan seorang anak laki-laki yang mempunyai seribu pertanyaan di kepala nya. Anak laki-laki dengan rambut ikal, kulit sawo matang, dan berperawakan sedang layaknya anak umur 11 tahun lainnya. Sesuai dengan namanya, ia tinggal di Kepulauan Borneo tepatnya timur Kalimantan. Borneo tinggal di Desa Biduk-biduk yang memiliki harta Karun dengan keindahan pantainya. Maka banyaklah penduduk desa itu yang berprofesi sebagai nelayan. Dan menjadi alasan mengapa Borneo hanya tinggal bersama ibunya adalah karena ayah nya seorang nelayan yang meninggal digulung ombak yang sudah menjadi sahabatnya bertahun-tahun.
Tak terasa Borneo ternyata sudah sampai di depan gubuk kecilnya yang selama ini memberi rasa kemanan dan kenyamanan. Senyumnya merekah ketika melihat sang ibu memanggil untuk segera menyantap hidangan yang sudah disiapkan dengan sepenuh hati. "Borneo! ayo cepat kesini kita makan sama-sama. Umai sudah memasakkan makanan kesukaan mu" seru Ibu Borneo. Ya... Umai merupakan sebutan kepada Ibu di Kalimantan. Borneo yang menenteng ikan hasil tangkapan nya itu melangkah dengan cepat. "wahhh ada apa hari ini Umai memasak makanan kesukaan ku?", tanya Borneo dengan gembira. Rabuk ikan dengan bumbu spesial yang dibuat dengan tangan ibu nya itu merupakan makanan favoritnya yang dimasak oleh orang favorit.
Setelah dirasa kenyang, Borneo pun segera membersihkan diri setelah lelah berkutat dengan ikan-ikan di laut. Setelah selesai mandi, Borneo menghidupkan lilin untuk menerangi buku cetak yang diberikan oleh ibu guru. Memang di Desa Biduk-biduk masih minim penerangan. Borneo membuka halaman 25, kali ini ia mempelajari tentang makanan hewan sesuai jenis dan spesiesnya. Ada karnivora si pemakan daging, herbivora pemakan rumput, dan omnivora pemakan segalanya. Terlintas dipikirannya, jika ia menjadi hewan seperti nya ia akan menjadi jenis yang omnivora, yaitu pemakan segalanya. Lalu ia pun tertawa sendiri ulah pikiran aneh nya itu. Tak terasa mata Borneo perlahan tertutup, ia kalah dengan rasa lelahnya sehingga tak kuat menahan kantuk. Untungnya, anak itu sudah menyelesaikan pr nya.
Pagi-pagi matahari sudah beranjak dari tempat tidurnya, dan ayam pun bersahut-sahutan menandakan hari sudah terang. Borneo bergegas untuk mandi dan tak lama dirinya sudah siap untuk mendapatkan ilmu baru hari ini. Borneo berangkat ke sekolah dengan menaiki perahu, karena sekolah nya terletak di seberang sungai. Tak disangka perahu yang selalu ia naiki untuk ke seberang sungai itu memiliki lubang kecil sehingga menjadi celah air untuk masuk. Borneo mencari akal untuk menutupi lubang kecil itu. Dengan akal cerdik nya ia berhasil menutupi lubang tersebut menggunakan serabut kelapa. Menggunakan kekuatan penuh Borneo mendayung perahunya agar tidak terlambat. Borneo senang hari ini ia mendapatkan ilmu baru, yaitu tentang Archimedes yang membahas tentang bagaimana kapal atau perahu bisa mengapung diatas air, ia teringat dengan kejadiannya tadi pagi.
Pelajaran pun selesai dan kini waktunya untuk pulang, tapi untuk Borneo setelah pulang sekolah, ia akan pergi ke laut untuk ikut paman Ujo menangkap ikan di laut. Paman Ujo merupakan kakak dari ayahnya, Borneo sudah menganggap paman Ujo seperti ayah nya sendiri. Begitupun dengan paman Ujo, karena ia tidak ada isteri ataupun anak maka Borneo lah anak baginya. Isteri paman Ujo meninggal dunia karena sakit dan mereka belum dikaruniai seorang anak alhasil paman Ujo sebatang kara.
"Paman!" seru Borneo dengan semangat. "Hei Borneo! sudah pulang sekolah kau? kalau begitu ayo kita bergegas agar mendapatkan ikan yang banyak!" ajak Paman Ujo. Borneo dan paman Ujo pun menaiki perahu untuk menuju ke tengah laut dan menjaring ikan-ikan. Ternyata hasil keringat mereka di siang hari ini tidak terlalu memuaskan. Paman Ujo dan Borneo berpikir untuk kembali lagi nanti malam, mencoba peruntungan di malam hari. "Sepertinya ikan di laut ini sedang puasa Bor!" ucap paman Ujo. "Iya paman, kita kembali lagi nanti malam, siapa tahu mereka sudah berbuka puasa" timpal Borneo dan disusul dengan tawa mereka berdua.
Hari berganti begitu cepat, bulan malu-malu muncul dari tempatnya. Borneo dan paman Ujo bersemangat untuk meraup peruntungan di malam ini. Biasanya hasil ikan tangkapan mereka akan dijual di pelelangan ikan. Benar ternyata ikannya sudah berbuka puasa sehingga malam ini mereka mendapat banyak ikan. Setelah lelah menarik dan melempar jaring ke laut, Borneo dan Paman Ujo beristirahat sejenak sebelum akhirnya kembali ke tepian. Borneo berbaring diatas perahu dengan kedua tangan menjadi bantal di kepala nya.
Bintang-bintang malam ini sangat indah, bertaburan dan berkelap-kelip. "Paman! aku ingin menjadi seperti bintang, bersinar indah dan disukai banyak orang" ucap Borneo berandai. "Memang banyak orang menyukai keindahan bintang, tapi yang tidak mereka tahu bahwa keindahan dan cahaya bintang tidak akan ada jika tidak ada bulan" timpal Paman Ujo. "Kenapa begitu paman?" tanya Borneo heran. "Karena cahaya bintang itu didapatkan dari pantulan sinar bulan, sama seperti halnya murid-murid yang pandai karena mereka mendapatkan ilmu dari seorang guru. Tapi banyak orang lebih menyukai bintang daripada bulan yang memberikan cahaya pada bintang". Jawab Paman Ujo sembari ikut memandang bintang. Borneo tertegun dan berpikir sejenak, benar kata Paman Ujo. "Sekarang aku ingin menjadi bulan paman! agar bisa melihat keindahan bintang-bintang, aku ingin menjadi seorang guru untuk menjadikan murid-murid ku anak yang pandai" ucap Borneo antusias. Paman Ujo tersenyum bangga mendengar tuturan Borneo dan berkata, "cita-cita mu sangat mulia Bor! belajar lah yang rajin nan giat dan bermimpi lah setinggi langit agar kau bisa menjadi bulan untuk para bintang".
Setelah lama berbincang, Paman Ujo dan Borneo mendayung perahu mereka ke tepian lalu pulang ke rumah dengan hasil tangkapan malam ini yang lumayan banyak untuk dijual ke pelelangan. Di perjalanan pulangnya, ia ditemani oleh banyak pikiran di kepalanya, Borneo selalu memaknai hal kecil yang ia alami, Borneo menjadikan pengalaman sebagai makna hidup. Malam ini ia mendapatkan pelajaran, bahwa bintang yang indah adalah hasil dari sinar rembulan, dan ia bertekad untuk belajar bersungguh-sungguh agar bisa menjadi bulan.