Lihat ke Halaman Asli

Latifah Hardiyatni

Buruh harian lepas

Tradisi di Bulan Muharram

Diperbarui: 31 Juli 2023   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan hijriah. Bulan Muharram bagi orang jawa menyebutnya 'Sasi Suro'. Bulan ini terkenal dengan unsur klenik yang sangat kental. Mulai dari malam satu suro atau malam 1 Muharram nuansa klenik dan mistis sangat terasa. 

Di berbagai daerah terdapat tradisi untuk menyambut bulan mulia ini. Bahkan tradisi itu sudah dilakukan saat malam satu suro. Seperti di desa Kebonsari, Borobudur, Magelang.

Ziarah

Tradisi ziarah kubur dilakukan pada malam satu Suro atau malam satu Muharram. Di desa ini warga menyambut tahun baru dengan mengaji bersama di masjid sebelum ziarah kubur.

Ziarah kubur juga dilakukan pada hari kesepuluh setelah salat Dzuhur. Ziarah kubur dilakukan secara bersamaan dan dipimpin oleh seorang kyai untuk memimpin doa.

Mayoran

Mayoran atau di desa Kebonsari artinya makan-makan dilakukan pada malam kesepuluh. Makan-makan di sini berarti makan bersama keluarga dengan menu istimewa yang jarang dikonsumsi bersama.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan membahagiakan keluarga. Karena biasanya masak banyak dan agak istimewa, tradisi ini juga digunakan untuk ajang berbagi masakan atau hidangan dengan sesama. Terlebih kepada mereka yang kekurangan.

Memakai celak

Pada tanggal sepuluh Muharram warga desa menggunakan celak. Penggunaan celak tak hanya sebatas perempuan saja. Namun, lelaki, juga anak-anak.

Memakai celak dipercaya dapat mencegah sakit mata. Jadi tak heran jika pada tanggal ini banyak warga yang memakai celak terutama di mata bagian bawah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline